JAKARTA-RADAR BOGOR, Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I) Tom Pasaribu meminta Gubernur DKI Anies Baswedan berhenti beretorika tentang persolan banjir.
Menurut dia, Anies sebenarnya tak perlu bersikap defensif terhadap hujan kritik yang dilontarkan banyak kalangan. Apalagi sampai terpancing beradu argumen dengan sesama pejabat pemerintahan. Sebab, faktanya adalah peristiwa banjir yang menerjang Ibu kota di awal tahun 2020 ini membuat warga menderita.
“Terkesan Anies ini memang sengaja ingin memelihara polemik tentang banjir. Dia sibuk merangkai retorika demi ingin mengeruk kepentingan politik,” kata Tom saat dihubungi wartawan, Senin (6/1).
Tom meminta Anies mengakui saja kekurangan dan ketidaksiapannya dalam mengatasi banjir. “Dia sebelum jadi gubenur kan sudah mengetahui kalau banjir adalah salah satu persoalan Jakarta. Tapi, sejak dia dilantik, tidak ada kok program yang dilakukan. Enggak usah malu mengakui itu,” jelas dia.
“Dia kan hanya sibuk membantah sana-sini. Dulu dia bilang air hujan mau dimasukkan ke tanah. Sekarang mana, apa yang sudah dilakukan program itu?” beber Tom berseloroh.
Terakhir, Tom meminta DPRD DKI lebih meningkatkan lagi pengawasannya terhadap Pemprov DKI, agar memastikan memberi pelayanan yang baik terhadap korban terdampak banjir.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengatakan, retorika yang coba dilakukan Anies tak lebih hanya untuk menutupi kelemahan dirinya. “Itu lah cara menutupi ketidakmampuannya mengatasi banjir,” cetus Gembong.
Dihubungi terpisah, Peneliti dari Forum Studi Media dan Komunikasi Politik Indonesia (Formasi), Muhammad Taufik Rahman, mengatakan, Anies menikmati perdebatan politik terkait banjir Jakarta, terutama dengan Presiden Jokowi.
“Sangat menikmati. Citranya sebagai gubernur yang berani membantah presiden jadi jualan politik yang sangat seksi,” ujar Taufik.
Taufik menilai, perdebatan yang ada ini kontraproduktif. Banjir, menurutnya, tidak bisa diselesaikan dengan perspektif politik, tapi diatasi dengan kesigapan pemerintah.
“Sayangnya, banjir di Jakarta sering dijadikan komoditas politik. Efektivitas penanganannya terlihat menjadi lebih lambat gara-gara fokus kita bukan pada korban, tapi pada perdebatan politisi. Ini bukannya menenangkan masyarakat, justru meresahkan,” jelas dia. (jpnn)