Diduga Rekayasa Kasus Sengketa Tanah Cigudeg, 5 Oknum Anggota Polda Dilaporkan ke Mabes

0
462
Ilustrasi Kombes YBK ditangkap bersama seorang perempuan.
Ilustrasi Kombes YBK ditangkap bersama seorang perempuan.
Ilustrasi-Polisi
Ilustrasi Polisi

BANDUNG-RADAR BOGOR, Sebanyak lima oknum anggota Polda Jawa Barat (Jabar) dilaporkan ke Propam Mabes Polri karena diduga melakukan rekayasa kasus.

Kelima anggota Polri itu yakni mantan Dirreskrimum Polda Jabar Kombes SA, mantan Wadirreskrimum Polda Jabar AKBP MA, Kasubid Harda Reskrimum Polda Jabar AKBP, Kanit 5 Subidit 2 Reskrimum Polda Jabar HI Kompol YA, dan penyidik Subdit 2 Reskrimum Polda Jabar, Brigadir ANG.

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Argo Yuwono enggan berkomentar panjang prihal dugaan rekayasa kasus yang dilakukan anggota Korps Bayangkara itu.

“Saya cek dulu ya (rekayasa kasus itu),” kata Argo saat dikonfirmasi Pojoksatu (Radar Bogor Grup), Rabu (8/1/2020).

Lima anggota Korps Bayangkara itu diduga telah melakukan rekayasa kasus terkait sengketa tanah di Cigudeg, Kabupaten Bogor.

Laporan yang melibatkan 5 anggota Korps Bayangkara itu sudah diterima Propam Mabes Polri dengan tanda terima nomor: 10/ANDIS/L/LP/I/2020, tanggal 6 Januari 2020.

Kasus itu bermula saat warga Bogor bernama H Aniem Sujoyo Romansyah menjual tanah seluas 40 hektare kepada PT. Talenta Putra Utama pada 29 Oktober 2018.

Pengacara Aniem, Andi Sarifuddin mengatakan sesuai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara Aniem dengan PT Talenta disepakati bahwa pembayaran dilakukan tiga termin.

Termin pertama, pembayaran pertama lancar tanpa kendala. Namun, pada termin kedua yang jatuh tempo pada Februari 2019, PT Talenta tidak melakukan pembayaran, sehingga dianggap wanprestasi.

Anim kemudian meresponnya dengan melayangkan somasi agar PT Talenta memenuhi kewajibannya. Akan tetapi somasi tak direspon.

“Lahan klien kami dijadikan tambang galian C tanpa ijin (ilegal) oleh PT Talenta. Menurut orang lapangan klien kami bahwa PT Talenta diperkirakan meraup keuntungan kurang lebih Rp 25 miliar selama kurang lebih 4 bulan, sejak perjanjian PPJB antara H. Anim dengan PT Talenta batal demi hukum,” ucap Andi Sarifuddin.

Pada 13 April 2019, kliennya melaporkan Dirut PT Talenta ke Polda Jabar. PT Talenta dipolisikan karena masih melakukan penambangan dan merusak lahan milik Anim tanpa melunasi kewajibannya, yaitu pembayaran termin dua.

Namun laporan Anim kurang mendapat perhatian dari Polda Jabar. Bahkan, penyidik telah mengisyaratkan untuk menghentikan kasus tersebut (SP3).

Sebaliknya, Polda Jabar justru merespon laporan balik dari PT Talenta terhadap Anim. Bahkan Anim dituduh telah menipu, melakukan penggelapan dan pemalsuan surat.

“Laporan mereka itu rekayasa atau bohong belaka. Mereka (PT Talenta) bilang tanah klien kami yang dijual ke PT Talenta 64 ha. Padahal, dalam PPJB hanya 40 Ha,” tutur Andi Syarifuddin

“Seharusnya penyidik memanggil klien kami untuk klarifikasi laporan PT Talenta. Klien kami baru mengetahui bahwa dirinya telah dilaporkan balik oleh PT Talenta setelah mendapat tembusan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar di Bandung,” imbuh Andi Syarifuddin.

Sementara itu Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane angkat bicara terkait pelaporan lima oknum anggota Polda Jawa Barat ke Propam Mabes Polri tersebut.

Neta menyebut dugaan rekayasa kasus yang melibatkan oknum anggota Polri memang kerap terjadi.  Apalagi dalam kasus tanah dan kasus tambang, terutama di daerah cukup rawan permainan kriminalisasi.

“Kasus-kasus seperti ini sering kali terjadi dan laporannya masuk ke IPW. Oknum kepolisian sering kali tidak bekerja profesional atau menjadi mediator, terlibat konflik kepentingan,” kata Neta saat dikonfirmasi Pojoksatu (Radar Bogor Grup), Kamis (9/1/2020).

Menurut Neta, kejadian serupa juga pernah terjadi di Jakarta. Di mana oknum polisi meminta uang agar kasus tersebut diusut.

“Penyidiknya meminta uang kepada pelapor kasus tanah agar kasusnya diusut. Kasus ini sudah kita laporkan ke Kapolda Metro Jaya,” ungkap Neta.

Begitu juga kasus yang terjadi di Subang. Dalam kasus tersebut, IPW mendapat laporan bahwa QNB Bank dalam kasus tanah tidak dilimpahkan polisi ke pengadilan karena diduga ada konflik kepentingan oknum kepolisian.

“Kasus ini juga sudah kita laporkan ke Kapolri,” tutur Neta.

Karena itu, kata Neta, Propam harus segera memproses pengaduan terhadap 5 anggota Polda Jabar. Sebab, kasus itu sudah menyeret insitusi kepolisian.

Menurut Neta, kasus ini merupakan contoh betapa buruknya kinerja oknum kepolisian dalam menangani kasus tanah dan tambang.

“Kasus-kasus ini adalah contoh betapa buruknya kinerja kepolisian. Jadi dalam kasus tanah di Cigudeg Bogor, lima penyidik Polda Jabar harus segera diproses,” ungkapnya.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Andre Pulungan yang dihubungi pojoksatu.id (radar bogor grup) juga mengaku belum mengetahui laporan tersebut.

“Saya belum tahu, saya harus tanya dulu, dan kebetulan saya belum pernah mengklarifikasi wilayah Jawa Barat untuk saran, keluhan masyarakat di tahun 2019 karena bukan bagian dari penugasan saya,” katanya.

Meski begitu, kata Andre, masyarakat memiliki hak untuk melaporkan anggota kepolisian ke Propam. “Melaporkan itu hak, tetapi sebelum ke Propam, karena terkait proses penyidikan, maka idealnya melapor ke Wasidik setempat,” tambahnya.

Menurut Andre, kalau proses penyidikan dianggap janggal seharusnya dilakukan praperadilan. Itupun sesudah mendapat tanggapan dari Wasidik setempat, baik hasil klarifikasi ataupun hasil gelar perkara.

“Kalau seandainya ada dugaan perilaku penyidik yang nakal, misalnya melakukan pemerasan, mengumpat, dan lain-lain, bisa langsung ke Propam,” imbuhnya.

Terkait keengganan Polda Jabar mengomentari pelaporan anak buahnya ke Propam Mabes Polri, Andre menyebut kemungkinkan karena belum tahu. Atau karena masih kewenangan penyidikan yang dibatasi oleh UU Keterbukaan Informasi.

Andre menyarankan agar penyidik maupun pelapor tetap bekerja secara proporsional dan profesional. Sepanjang tahun 2019, Kompolnas telah menerima 2.159 pengaduan dari masyarakat.

“Khusus Jabar ada 151 pengaduan. Jabar menduduki urutan ke 4 dari 35 Satker (Mabes dan Polda), 94 persen dari seluruh keluhan yang diterima Kompolnas mengeluhkan tentang fungsi Reserse,” katanya.

Terkait kasus tersebut wartawan Radar Bandung (Radar Bogor Grup) terus berupaya melakukan konfirmasi ke Humas Polda Jabar, namun belum memberikan respons. (pjs/*)