Baca Nota Pembelaan, Rommy Anggap Jaksa Membangun Fakta Imajiner

0
56
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy membacakan nota pembelaan (pleidoi di PN Tipikor Jakarta, Senin (13/1). (Muhammad Ridwan/ JawaPos.com)
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy membacakan nota pembelaan (pleidoi di PN Tipikor Jakarta, Senin (13/1). (Muhammad Ridwan/ JawaPos.com)
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy membacakan nota pembelaan (pleidoi di PN Tipikor Jakarta, Senin (13/1). (Muhammad Ridwan/ JawaPos.com)
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy membacakan nota pembelaan (pleidoi di PN Tipikor Jakarta, Senin (13/1). (Muhammad Ridwan/ JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy menyatakan, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat fakta imajiner dalam kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang menjeratnya. Menurutnya, JPU membangun fakta imajiner yang memerintahkan mantan Menag Lukman Hakim Saifuddin untuk meloloskan Haris Hasanuddin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.

Penuntut umum menciptakan fakta imajiner, bahwa saya memerintahkan Lukman Saifuddin untuk meloloskan Haris dalam seleksi administrasi pada Desember 2018,” kata Rommy membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/1).

Mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 menyebut, fakta itu dibangun dari pesan aplikasi WhatsApp kepada Haris. Menurutnya pesan itu berbunyi ‘harus langsung B1’. Dia mengklaim, sepanjang persidangan, penuntut umum tidak mampu membuktikan, bagaimana cara Rommya memerintahkan Lukman.

Sementara kesaksian Lukman Saifuddin, Nurkholis Setiawan dan Ahmadi, maupun seluruh bukti di persidangan tidak ada satu pun yang menyatakan atau menunjukkan saya memerintahkan mereka,” sesal Rommy.

Selain itu, Rommy pun menyesalkan JPU KPK yang juga menciptakan fakta imajiner terkait pertemuannya dengan Muafaq di hotel Aston, Bojonegoro pada 16 Januari 2019 setelah ditelepon oleh Haris Hasanudin. Dia pun mengklaim, dalam kesaksian Muafaq tidak ada pertemuan khusus dengan dirinya.

Lantas mengapa fakta persidangan ini tidak dirujuk penuntut umum? Yang jadi rujukan itu apa? Apa ini namanya kalau bukan copy-paste dari dakwaan?,” jelas Rommy.

Sebelumnya, Rommy dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menilai, Rommy terbukti menerima suap dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Haris Hasanudin.

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 250 juta, subsider lima bulan kurungan,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/1).

Selain itu, Rommy juga dijatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 46,4 juta. Pidana tambahan itu harus segera dibayarkan selambat-lambatnya setelah satu bulan putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.

Tak hanya itu, mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini juga dijatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun. Hukuman tambahan ini diberikan sesudah menjalani pidana pokok.

Dalam perkara ini, mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy didakwa menerima uang total Rp 300 juta dari dua pejabat Kemenag di Jawa Timur. Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi.

Uang itu diduga sebagai komitmen kepada Romahurmuziy untuk membantu keduanya agar lolos dalam seleksi jabatan di wilayah Kemenag Jawa Timur. Rommy dianggap bisa memuluskan mereka ikut seleksi karena ia dinilai mampu bekerja sama dengan pihak tertentu di Kemenag. Pada waktu itu, Haris melamar posisi Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Sementara itu, Muafaq melamar posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. (jwp)