JAKARTA-RADAR BOGOR, Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy divonis dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Rommy dinilai terbukti menerima suap terkait kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Sekertaris Jenderal DPP PPP, Arsul Sani merespon vonis mantan pimpinan partainya itu. Dia menyatakan, PPP menghormati putusam Majelis Hakim yang menjatuhkan hukuman dua tahun penjara.
“Menghormati lembaga peradilan, namun masyarakat juga perlu mengetahui atas kasus apa Rommy divonis oleh hakim. Sehingga publik tidak menuduh Rommy menerima suap, karena vonis peradilan memang menyebut gratifikasi, bukan suap,” kata Arsul kepada awak media, Senin (20/1) malam.
Anggota Komisi III DPR ini berpandangan, mantan Ketum PPP itu dihukum dengan kasus gratifikasi, dia mengklaim uang pemberian terkait kasus jual beli jabatan di lingkungan Kemenag tak ikut dinikmati Rommy. Menurutnya, Rommy bukan divonis perkara suap, melainkan gratifikasi.
“Yang saya ikuti dalam vonis tersebut, Pak Rommy tidak dihukum atas dasar Pasal 12 (b) UU Nom 20 Th 2001 tentang Perubahan atas UU Tipikor No 31 Tahun 1999 yang mengatur perbuatan suap yang menjadi dakwaan primer. Tetapi Pak Rommy dihukum karena melanggar Pasal 11 UU No 20 Tahun 2001 yang mengatur tentang penerimaan gratifikasi,” klaim Arsul.
“Jadi kesalahan Pak Rommy berdasarkan Putusan Pengadilan adalah menerima gratifikasi berupa uang dan kemudian tidak menyerahkannya kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sebagaimana yang ditentukan dalam UU tersebut,” sambungnya.
Arsul menyebut, PPP turut bersedih atas vonis tersebut. Namun, terdapat sedikit kelegaan kalau mantan pimpinan partainya itu tidak terbukti menerima suap sebagaimana yang yang didakwakan Jaksa KPK.
“Karena ini lebih merupakan perkara gratifikasi yang tidak dilaporkan kepada KPK dalam waktu 30 hari daripada soal suap yang digembar-gemborkan di ruang publik dan media,” pungkasnya.
Dalam amar putusan, Rommy divonis dua tahun penjara serta denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Majelis Hakim menilai, Rommy terbukti menerima suap senilai Rp 255 juta dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Selain itu, Rommy juga dinilai terbukti menerima senilai Rp 50 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Muafaq Wirahadi. Aliran uang juga mengalir ke sepupu Rommy, Abdul Wahab yang turut serta menerima uang sebanyak Rp 41,4 juta.
Penerimaan suap itu berkaitan untuk memuluskan Haris dan Muafaq memperoleh posisi di lingkungan Kemenag. Haris dan Muafaq sendiri telah divonis dalam kasus ini.
Putusan majelis hakim PN Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Rommy dengan hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan.
Rommy terbukti melanggar dakwaan pertama alternatif kedua dalam perkara suap dari Haris. Rommy dinilai terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, mantan anggota DPR ini juga terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (jwp)