Tenaga Honorer Dihapus, Sekolah di Bogor Terancam Lumpuh

0
2911
Tenaga Honorer
Ilustrasi Tenaga Honorer
Tenaga-Honorer
Ilustrasi Tenaga Honorer

BOGOR – RADAR BOGOR, Keputusan pemerintah bersama DPR menghapus tenaga honorer di instansi pemerintah, termasuk diantaranya guru honorer mendapat sorotan publik.

Kebijakan tersebut dinilai akan melumpuhkan aktivitas belajar mengajar di sekolah. Seperti yang disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi.

Menurut dia sekolah bisa lumpuh jika guru honorer serta merta ditiadakan.

Sebelumnya Komisi II DPR bersama pemerintah bersepakat bahwa tidak ada lagi status pegawai di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK.

Padahal saat ini masih ada ratusan ribu guru honorer. Meskipun rencana penghapusan honorer itu dilakukan secara bertahap, namuan PGRI meminta dilakukan secara cermat.

Menurut Unifah selama kebutuhan guru di sekolah dicukupi oleh pemerintah, penghapusan honorer bisa dijalankan. Tetapi pada nyatanya saat ini masih banyak sekolah negeri yang hanya memiliki satu sampai dua orang guru PNS. Sisanya adalah guru honorer.

’’Menghapus tenaga honorer secara prinsip berarti menghapus honorernya. Berarti (guru honorer, Red) yang eksisting juga harus diselesaikan,’’ katanya di kantor Wakil Presiden Rabu (22/1/2020). Unifah mengatakan penghapusan tenaga honorer harus ada time line-nya.

Dia menegakan jika saat ini diputuskan langsung tidak ada honorer, maka banyak sekolah negeri yang lumpuh.

Unifah menuturkan pemerintah harus memiliki komitmen untuk menuntaskan persoalan honorer. Secara bertahap mereka diberikan kesempatan menjadi PNS atau PPPK.

Dia tidak menolak dilakukan seleksi. Sebab bagaimanapun juga guru yang menjadi PNS atau PPPK harus berkualitas.

’’Yang penting diberikan kesempatan untuk menjadi PNS atau PPPK,’’ tuturnya.

Unifah mengatakan di lapangan saat ini tidak hanya ada tenaga honorer kategori dua. Tetapi juga ada tenaga honorer non kategori.

Dia mencontohkan bagi tenaga honorer yang usianya lebih dari 35 tahun, secara syarat administrasi tidak bisa menjadi PNS. Untuk itu diberikan kesempatan menjadi PPPK.

Apa yang diucapkan Unifah bukan gertak sambal. Pasalnya, mayoritas honorer yang ada di daerah merupakan tenaga pengajar atau guru.

Misalnya di Kota dan Kabupaten Bogor. Dari 16 ribu honorer setengahnya merupakan guru. Mereka umumnya kesulitan untuk naik ‘tingkat’ lantaran berusia uzur sehingga tidak bisa mengikuti seleksi PPPK dan PNS yang maksimal usia pendaftarannya 35 tahun.

Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan mengatakan perlu ada solusi bersama agar permasalahan honorer tidak berlarut-larut.

Apakah nantinya para honorer ini otomatis masuk kuota penerimaan PPPK perlu dibahas bersama. Karena masalah ini bukan hanya di pemerintah pusat tapi juga daerah.

“Honorer ini kita usahakan bukan diberhentikan.Tapi masuk alokasi PPPK. Mudah-mudahan bisa, kalau kebijakan itu diterapkan,” katanya kemarin.

Hanya saja, sambung dia, untuk menjadi PPPK ada syarat pendidikan yang harus minimal sarjana. Sedangkan 10 ribu honorer di Pemerintahan Kabupaten Bogor banyak yang belum memenuhi syarat tersebut.

Sehingga jika nanti tenaga honorer dihilangkan, pasti honorer sarjana yang akan diprioritaskan masuk PPPK.

“Lantas bagaimana dengan honorer yang lain? Mereka harus bisa tetap dipekerjakan,” imbuh dia.

Terpisah, Kepala Bidang Formasi Data dan Penatausahaan Pegawai pada Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Aparatur (BKPSDA) Kota Bogor, Aries Hendardi menjelaskan, Pemkot Bogor hingga kini masih menunggu regulasi terkait rencana pemerintah menghapus tenaga honorer.

“Sebenarnya ini masih perdebatan di pusat, kita hanya menunggu kepastian,” beber Aris kepada Radar Bogor.

Dia menjelaskan, tenaga honorer di Kota Bogor terbagi menjadi tiga yakni eks K1 dan K2 yang kini jumlahnya yang mencapai 138 dan tenaga non PNS lainnya seperti pegawai outsourcing, yang diangkat oleh masing-masing kepala dinas. P

ada dasarnya kata dia, Pemkot Bogor masih sangat membutuhkan tenaga honorer. Kebutuhan tenaga honorer yang paling utama berada di Dinas Pendidikan Kota Bogor dan Dinas Kesehatan.

“Kita masih kekurangan guru dan tenaga kesehatan, ini yang belum bisa terjawab, karena satu rombongan belajar saja butuh beberapa pengajar non PNS,” paparnya.

Belum lagi kebutuhan tenaga honorer di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkin) Kota Bogor.

Sejauh ini, pemkot memberdayakan tenaga mereka untuk membersihkan jalanan dan pengangkut sampah.

Dari data yang dia miliki, di Pemkot Bogor tak kurang ada 6.000 orang yang statusnya masih honorer. “Nasib ribuan honorer ini kan tetap harus dipikirkan,” pungkasnya. (dka/ded/wan/c)