Mendikbud Luncurkan Kampus Merdeka, Ini Tanggapan Perguruan Tinggi di Bogor

0
326
Para rektor se-Bogor bersama Wali Kota Bogor, memberikan keterangan pers usai menggelar pertemuan tertutup di Graha Pena Radar Bogor, Kamis (3/10/2019) sore.
Para rektor se-Bogor bersama Wali Kota Bogor.

BOGOR-RADAR BOGOR, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim nampaknya tidak pernah kehabisan ide segar. Setelah meluncurkan paket kebijakan pendidikan satuan pendidikan dasar yang diberi nama “Merdeka Belajar”, Nadiem meluncurkan paket kebijakan pendidikan “Kampus Merdeka” pada Jumat (24/1) pekan lalu.

Paket kebijakan ini disambut baik pemimpin perguruan tinggi di Bogor. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Arif Satria mengatakan kebijakan Kampus Merdeka ala Nadiem akan mendorong semangat fleksibilitas mahasiswa dalam memilih mata kuliah di luar program studi dan di luar perguruan tinggi.

Pembelajaran ke depan adalah personalized yang disesuaikan dengan minat, bakat dan kebutuhan mahasiswa. “Mahasiswa memiliki kemerdekaan untuk menentukan masa depannya dengan kemerdekaan meramu mata kuliah yang benar-benar dibutuhkan,” ujar Arif kepada Radar Bogor, kemarin.

Ada empat program kampus merdeka yang digagas mantan bos Go-Jek itu. Yakni kemudahan buat kampus mendirikan program studi baru, relaksasi aturan akreditasi, percepatan perubahan status perguruan tinggi menjadi badan hukum, dan hak belajar mahasiswa tiga semester di luar program pendidikan (prodi).

Termasuk program magang di perusahaan selama satu semester. Nantinya mahasiswa dapat mengambil Sistem Kredit Semester (SKS) lintas prodi dalam satu perguruan tinggi dalam satu semester (setara 20 SKS). Bahkan, boleh mengambil SKS prodi lain lintas perguruan tinggi dalam dua semester atau 40 SKS.

Arif menilai, IPB cukup terbiasa dengan pengambilan mata kuliah di luar program studi. Sejak tahun 2005, lanjut Arif, IPB mengimplementasikan kurikulum mayor minor yaitu mahasiswa bisa mengambil minor atau supporting courses dari program studi lainnya.

“Demikian halnya dengan pengambilan mata kuliah dari perguruan tinggi lain di luar negeri melalui student exchange atau summer course baik perguruan tinggi di Asia maupun Eropa,” beber dia.

Menurutnya, mata kuliah yang diambil di perguruan tinggi lain dituliskan di dalam transkrip akhir. Dengan demikian dari awal mahasiswa telah terbiasa berinteraksi secara lintas disiplin dan lintas bangsa atau budaya.

Arief bilang, penguatan skill complex problem solving dalam kebijakan Kampus Merdeka, bisa membuka ruang lebih besar kepada mahasiswa untuk bersentuhan dengan realitas seperti program desa, magang, dan program lapang lainnya untuk mendorong penguatan skill complex problem solving dan kolaborasi yang sudah diberikan teori dan latihannya di kampus IPB.

Hal tersebut selaras dengan Kurikulum 2020 IPB yang juga hendak mendorong mahasiswa bersentuhan dengan realitas dan memiliki skill-skill tersebut.

“Oleh karenanya bentuk tugas akhir yang diberikan di IPB saat ini tidak hanya bersumber dari hasil penelitian, tetapi juga bisa dari hasil magang, pengembangan business plan, dan lain-lain,” ucapnya.

Senada, Rektor Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor Ending Bahruddin menjelaskan, semua kampus harus siap menjalankan kurikulum yang nantinya diterapkan oleh Mendikbud.

“Siap tak siap harus siap, hanya saja perangkatnya harus disiapkan. Semisal jika mengambil jurusan pendidikan bisa magang disekolah, atau di perushaan swasta, atau bisa saja magang di pemerintahan,” ungkapnya.

Sementara Rektor Institut Tazkia Murniati Mukhlisin menjelaskan saat ini, pihak kampus sedang membahas dan menyiapkan perubahan kurikulum dan kebijakan kampus dalam rangka implementasi ‘Kampus Merdeka’.

Namun menurut Murniati, Institut Tazkia adalah perguruan tinggi Islam di bawah supervisi Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama maka perlu penyesuaian internal.

Dari sisi keleluasaan kata dia, dalam memilih mata kuliah sebanyak 40 SKS lintas prodi sangat baik bagi mahasiswa milenial yang perlu diberikan muatan yang bervariasi sehingga dapat memilih minatnya lebih jelas sejak awal.

“Namun pihak kampus harus memastikan melalui dosen wali masing-masing agar jangan sampai pendidikan strata satu menjadi sangat general, atau tidak jelas kekhasan program studinya sehingga akan sulit diterima di dunia kerja,” beber dia.

Mengenai magang, mahasiswa Kampus Tazkia sudah memberlakukan sejak awal kampus berdiri, tapi hanya selama satu semester pendek.

Tidak sedikit setelah itu direkrut oleh instansi tempat mereka magang. “Jika dilakukan selama dua semester, konsekuensinya adalah banyak mata kuliah yang perlu dihilangkan,” paparnya.

Hal ini tentunya akan mempersulit bagi Kampus Tazkia yang banyak memberikan muatan pembinaan akhlak, Tahfiz Quran, mata kuliah Bahasa Arab, fikih muamalah dan sebagainya.

Saat ini yang sudah dilakukan di Tazkia adalah memastikan konten mengajar setiap dosen lebih relevan dengan kebutuhan industri dengan cara mengadakan team teaching dengan pihak praktisi. “Konsekuensinya adalah biaya yang harus ditanggung cukup mahal karena harus memberikan dua atau tiga honor/gaji,” ucapnya.

Rektor Universitas Nusa Bangsa (UNB) Bogor Yunus Arifien mengatakan kampus harus menyesuaikan dengan cepat kebijakan baru yang digagas Mendikbud.

Menurutnya, yang harus dilakukan adalah harus menyesuaikan kurikulum baru dengan tahun akademik yang sudah berjalan. “Kurikulum sekarang harus disesuaikan dengan kurikulum yang digagas Mendikbud,” ucapnya. (mam/ded/d)