BOGOR-RADAR BOGOR, Museum Perjuangan Bogor merupakan sebuah museum yang menyimpan koleksi benda-benda bersejarah dan cerita perjuangan para pahlawan, khususnya di Bogor.
Dari kejauhan, bangunan yang berdiri megah di antara hilir mudiknya kendaraan dan orang yang lalu lalang itu, tidak tampak seperti sebuah museum.
Tapi jika melangkah lebih dekat lagi, akan tampak relief-relief yang menggambarkan perjuangan di dinding depannya.
Dari situ, pengunjung langsung tahu bahwa gedung itu adalah sebuah museum dari tulisan di depannya.
Di museum ini, kita bisa mengintip sejarah perjuangan rakyat Bogor dalam mempertahankan kemerdekaan bangsanya.
Gedung Museum yang berlokasi di Jalan Merdeka, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor ini, tidak hanya menyimpan koleksi peninggalan para pejuang namun juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Bogor.
Banyak yang menyangka bahwa gedung ini didirikan pada 10 November 1957. Pasalnya angka, bulan, dan tahun tersebut tertulis pada bagian depan bangunan. Namun ternyata gedung ini jauh lebih tua dari yang tertulis.
Pemandu Museum Perjuangan Beny mengungkapkan, 10 November 1957 merupakan penanda bahwa gedung tersebut mulai direncanakan untuk difungsikan sebagai Museum Perjuangan, bukan merupakan tahun pendirian bangunan.
“Museum dibentuk berdasarkan putusan hasil rembuk para pejuang dan tokoh-tokoh masyarakat yang menginginkan adanya sebuah museum, untuk menyimpan peninggalan para pejuang Bogor agar diketahui oleh para generasi selanjutnya,” tukas Beny.
Begitu masuk, kita akan diperlihatkan dengan sepucuk senapan mesin era penjajah Jepang yang mendongak lurus ke arah luar pintu masuk, seraya menyiratkan semangat perjuangan yang terus membara walau senjata ini sudah berkarat.
Museum ini memiliki dua lantai, lantai dasar untuk koleksi senjata api, sementara di lantai dua tersimpan koleksi benda pusaka dan baju-baju para pejuang.
Di lantai dua juga ada panggung teater yang bisa memutarkan film tentang kemerdekaan jika ada rombongan pengunjung. Tiket masuknya pun terjangkau, hanya Rp10.000 per orang.
Koleksi Museum Perjuangan Bogor ini tidak main-main, di lantai dasar kita bisa melihat koleksi dari senjata api seperti pistol, senapan, granat, ranjau, senapan mesin, mortir dengan berbagai kaliber, hingga bambu runcing asli yang dipakai saat perang kemerdekaan.
Sementara di lantai dua museum, kita diajak untuk lebih dekat dengan para almarhum pejuang. Hal ini karena di sini kita bisa melihat berbagai benda pusaka, kemudian pedang katana, pedang belanda, golok pejuang, kujang, dan lainnya yang disimpan rapi berderet di kotak kaca.
Yang paling membuat dada bergetar adalah ketika kita melihat koleksi baju para pejuang yang dulu merelakan nyawanya untuk meraih kemerdekaan.
Ada beberapa pasang baju kaos putih yang sudah lusuh dan kotor sebagaimana aslinya dahulu dipakai oleh para pejuang.
Tapi, yang membuat kita terpana adalah baju asli peninggalan Kapten TB Muslihat, seorang pejuang yang gugur di Kota Bogor, terpajang di ujung kanan museum, dekat dengan panggung teater.
Tetapi, sayang, kondisi museum begitu sepi dan sunyi, ditinggalkan begitu saja, meski sarat akan nilai sejarah. Bahkan ketika tim radarbogor.id ke sana, praktis tidak ada satu pengunjung.
“Kalau dari jumlah kunjungan per hari, kadang ada kadang nihil. Jadi banyaknya itu bukan dari kunjungan per orang tapi dari sekolah-sekolah saja. Mereka juga kesini hanya mengerjakan kewajiban tugas saja, jadi bukan dari kesadaran sendiri. Dalam sebulan cuma 30 orang saja,” ujar Beny.
Mungkin museum pada umumnya sudah tidak sering terdengar di telinga para remaja maupun anak-anak zaman sekarang.
Dengan zaman yang serba teknologi seperti sekarang, anak muda lebih memilih menikmati museum melalui dunia maya atau virtual dibanding datang ke tempatnya langsung.
Bagi sebagian orang, khususnya remaja, museum mungkin dipandang sebagai tempat yang tidak menyenangkan dan alternatif terakhir untuk suatu pilihan wisata.
Meskipun demikian, pihak pengelola Museum Perjuangan Bogor terus berusaha memperkenalkan tempat ini, khususnya bagi kalangan generasi muda. (Mayang/Diyah/Fayedh)