JAKARTA-RADAR BOGOR, Pesona buah Salak kini semakin bersinar menyusul terus bertambahnya negara-negara yang melakukan impor dari Indonesia. Kabupaten Sleman adalah salah satu sentra andalan salak Pondoh yang saat ini rutin ekspor ke Tiongkok. Kondisi iklim dan agroklimat menjadikan salak ini dapat tumbuh subur dan berproduksi optimal.
Pengurus Asosiasi Petani Salak Sleman Prima Sembada, Joko menceritakan bahwa sampai saat ini salak Pondoh asal daerahnya masih rutin diekspor ke Tiongkok.”Minimal 1 – 2 kali seminggu kita kirim ke Tiongkok dengan kapasitas rata-rata 2 ton. Kalau dihitung dalam satu tahun ini kurang lebih 60 ton yang sudah kita ekspor ke Tiongkok,” kata dia.
Joko mengaku bahwa sebenarnya peluang pasar ekspor salak masih sangat terbuka lebar, meski kadang terkendala sifat buahnya yang cepat busuk. Untuk pengiriman ke Timur Tengah dan negara Eropa, memerlukan waktu kurang lebih 12 hari dengan menggunakan kapal.
“Kami memerlukan teknologi yang dapat memperpanjang daya simpan buah, agar kami dapat mengekspor tidak hanya ke Tiongkok saja, namun bisa masuk ke negara Timur Tengah bahkan Eropa dan Amerika,” harapnya.
Joko mengungkapkan harga salak di petani Rp 7.500 – 8.500 per kg untuk grade-B. Isi 14 sampai 16 butir per kg sudah kelas ekspor. Untuk grade-A isi 12 butir per kilogram, terang Joko, lebih mahal lagi.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, saat dikonfirmasi di kantornya mengatakan salak adalah salah satu dari 13 komoditas hortikultura andalan yang fokus untuk dikembangkan dan ditingkatkan ekspornya dalam rangka mendukung program Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor atau Gratieks yang digagas Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
“Saat ini ekspor salak untuk mengisi pasar di Asia dan beberapa negara lainnya. Dari data BPS, volume ekspor salak 2019 sebesar 1.651 ton. Angka ini naik 33,9 persen dibandingkan 2018 sebesar 1.233 ton,” kata pria yang biasa dipanggil Anton itu.
Kabupaten Sleman merupakan salah satu sentra utama salak yang rutin ekspor. Dalam rangka mewujudkan program Gratieks, jelas Prihasto, Kementan mengalokasikan program pengembangan kawasan difokuskan untuk meningkatkan produksi dan mutu salak melalui kegiatan intensifikasi untuk peremajaan tanaman salak yang telah berumur tua dan kurang produktif.
“Kita sudah siapkan teknologi untuk peremajaan tanaman salak di Sleman. Dengan demikian diharapkan ekspor salak Sleman tahun depan meningkat lagi seiring perawatan kebun yang dilakukan secara intensif,” terang Anton.
Selain itu, Kementan juga memfasilitasi kegiatan registrasi kebun salak yang telah menerapkan GAP. Registrasi GAP saat ini telah menjadi persyaratan negara tujuan ekspor khususnya China.
“Untuk mendukung peningkatan ekspor salak, kami tidak mau setengah-setengah, mulai dari on farm hingga off farm kami fasilitasi dan dampingi bersama-sama dengan PPL dan Dinas Pertanian setempat. Semua pihak mendukung, petani pun semangat untuk maju. Saya optimis, salak Sleman akan mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk mencapai target Gratieks tersebut,” tegas Anton.(jwp)