JAKARTA-RADAR BOGOR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, tidak ada kelonggaran bagi tahanan yang mendekam di rumah tahanan KPK. Hal ini karena terdakwa penerimaan suap impor bawang putih, Mirawati Basri kedapatan membawa handphone ke Rutan.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri menyatakan, telepon genggam milik Mirawati didapatkan saat pengelola Rutan melakukan inspeksi mendadak. Hal ini sebagai bentuk pengawasan kepada para tahanan KPK.
“Inilah bentuk pengawasan KPK, dari Rutan KPK kepada tahanan agar tertib dan mengikuti tata tertib. Memang kemudian didapati mirawati ada alat komunikasi,” kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (4/2).
Ali menjelaskan, orang dekat politikus PDI Perjuangan I Nyoman Dhamantra itu membawa alat komunikasi usai menjalani persidangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Mirawati memasukan handphone-nya ke dalam tas.
Padahal, usai menjalani persidangan setiap tahanan selalu diperiksa terlebih dahulu sebelum kembali ke Rutan. Namun, Mirawati berhasil mengelabui petugas dengan memasukan telepon genggam ke dalam tasnya.
“Karena SOP-nya, seusai persidangan dilakukan pemeriksaan. Tetapi ternyata bisa masuk, ketahuan, tapi karena ada operasi rutin yang dilakukan KPK maka didapatkanlah itu (alat komunikasi),” ucap Ali.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil pemeriksaan Mirawati terbukti melakukan pelanggaran tata tertib. Dia pun harus diberi sanksi untuk tidak dijenguk keluarganya selama satu bulan.
“Sekali lagi saya bukan berarti ada kelonggaran di Rutan KPK, tapi justru kami lakukan pengawasan terus menerus dan lakukan sidak secara berkala terkait peneggakan tata tertib,” klaim Ali.
Kendati demikian, terkait Mirawati kedapatan menyalahgunakan izin berobat yang kemudian digunakan untuk facial, kata Ali, merupakan kewenangan majelis hakim yang menyidangkan perkara Mirawati. Menurutnya, Jaksa KPK telah melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Mirawati.
“Majelis hakim juga sudah menerima laporan, tentu menjadi pertimbangan majelis hakim, kemudin yang bersangkutan (Mirawati Basri) mengajukan izin berobat kembali,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mirawati Basri membeberkan alasannya pergi ke clinical facial brightening atau facial perawatan kulit. Terdakwa penerima suap itu mengaku kulitnya gatal-gatal selama mendekam di rumah tahanan (Rutan) cabang KPK.
Hal ini yang mendasari Mirawati pergi untuk melakukan perawatan kulitnya pada Jumat (24/1) lalu. Karena dia mengalami tidak kecocokan air selama berada di Rutan.
“Saya semenjak tinggal di Rutan, kulit saya gatal-gatal berikut muka dan punggung semua ada putih-putih, udah diobatin di poli bolak balik sehingga dokter poli mereferensikan saya ke dokter,” kata Mirawati kepada Jaksa KPK di PN Tipikor Jakarta, Senin (3/2).
Mirawati menyampaikan, mukanya mengalami iritasi selama mendekam di Rutan KPK. Sehingga dia pun mendapat referensi menjalani perawatan kulitnya di RSPAD Gatot Soebroto.
“Kalau muka iritasi semua dibersihkan sama dokter pakai obat, saya mencari dokter kulit kelamin perempuan, direferensikan ke dotker Rita dan Lilik di RSPAD. Makanya saya ke sana, jadi facial scrub yang dimaksud itu adalah silahkan ditanya ke dokter itu, saya item di sini putih-putih,” klaim Mirawati sambil menunjuk anggota tubuhnya yang mengalami penyakit kulit.
Mirawati beralasan, tidak diperbolehkannya pengawal tahanan untuk masuk saat dia menjalani perawatan, karena memang anggota tubuhnya diperiksa. Sebab, pengawal tahanan tersebut merupakan laki-laki sehingga tidak diperbolehkan masuk.
“Mungkin pengawal tidak boleh masuk karena laki-laki. Buka baju disinar, punggung saya seperti ada panu,” klaim Mirawati.
Penyakit kulitnya itu, kata Mirawati, efek dari air Rutan KPK yang banyak dicampur oleh kaporit. Dia menyebut, hal ini pun banyak dirasakan oleh tahanan KPK lainnya.
“Semua teman-teman saya di Rutan juga sperti itu. Jadi bukan saya mau facial buang duit, saya butuh duit. Saya juga bayar sendiri nggak ada tunggakan, penasihat hukum saya hadir,” pungkas Mirawati. (jwp)