JAKARTA–RADAR BOGOR,Pemerintah terus membahas pertimbangan terkait wacana pemulangan foreign terrorist fighter (FTF) asal Indonesia yang saat ini berada di sejumlah negara. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mohammad Mahfud MD menyebutkan bahwa baik dan buruk wacana tersebut perlu didalami. Sebab, bakal ada pengaruhnya kepada masyarakat.
Keterangan tersebut disampaikan Mahfud kemarin (5/2). Dia memastikan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai leading sector terus bekerja.
”Kalau mau dipulangkan ini dasar hukumnya, kalau tidak dipulangkan ini dasar hukumnya. Kita bicara aturan hukum, ini negara hukum. Kita tunggu dulu (proses di BNPT),” terang Mahfud. Dia mengakui, 660 FTF eks ISIS itu memang bisa saja langsung dibawa ke Indonesia.
Namun demikian, pemerintah tidak bisa sembarang memutuskan. Untuk itu, dilakukan kajian yang mendalam.
”Pilihannya dipulangkan atau tidak karena ada mudaratnya juga,” kata Mahfud. Dia pun menyampaikan, apabila pada akhirnya presiden memutuskan untuk membawa ratusan FTF eks ISIS itu ke tanah air, tahapan-tahapan pemulangannya juga harus dirinci. Sebab, mereka sudah terpapar paham teroris.
”Kalau dipulangkan, itu nanti bagaimana deradikalisasinya dan kemudian penerjunannya ke tengah masyarakat,” ungkap Mahfud. Walau deradikalisasi bukan program baru bagi BNPT. Pemerintah tetap tidak bisa sembarangan mengambil keputusan. ”Ketika (FTF eks ISIS) merasa secara psikologis terisolasi oleh sikap-sikap masyarakat, nanti kan bisa jadi masalah baru,” tambahnya.
Berkaitan dengan jumlah pasti serta sebaran FTF eks ISIS tersebut, Mahfud belum bisa menyampaikan secara tegas.
”Sekitar itu 660,” ungkapnya. Dia mengakui, pemerintah sempat mendapat informasi bahwa FTF yang berasal dari Indonesia jumlahnya ribuan.
”Ada yang punya catatan sampai 1.100,” imbuhnya. Karena itu, data dan identitas mereka juga masih dipastikan kembali.
Dalam agenda Penandatanganan Perjanjian Kinerja BNPT di Hotel Borobudur akhir bulan lalu, Mahfud sempat menyebutkan sebagian di antara FTF eks ISIS itu masih ada yang berada di Syria. Jumlahnya kira-kira 184 orang. Mayoritas anak-anak dan perempuan. ”Dari 184 itu hanya 31 (laki-laki),” bebernya. Namun, pemerintah tetap tidak bisa langsung memulangkan. Sebab, sejumlah kasus terorisme di Indonesia melibatkan perempuan.
Bahkan, dalam beberapa aksi teror di tanah air sudah ada yang melibatkan anak-anak. Karena itu, butuh pertimbangan yang benar-benar matang untuk memulangkan mereka. Untuk memastikan data FTF eks ISIS yang berada di luar negeri, kemarin Jawa Pos menghubungi Kepala BNPT, Komjen Suhardi Alius. Namun demikian, Suhardi mengungkapkan bahwa penjelasan terkait FTF sudah dia sampaikan kepada masyarakat di salah satu acara televisi.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris. Menurut dia, sejauh ini belum ada hal baru terkait FTF. ”Belum ada informasi terbaru,” ungkap dia.
Ditanya data lebih detail terkait 660 FTF eks ISIS yang belakangan menyita perhatian publik, dia tidak menjawab. ”Nanti kalau sudah ada kepastian, pak kepala (BNPT) sampaikan lagi ke media,” imbuhnya.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemulangan WNI eks ISIS masih dalam pembahasan. Belum ada keputusan apakah akan dilakukan atau tidak.
’’Sebentar lagi akan kita putuskan kalau sudah dirataskan,’’ terang Jokowi usai melantik kepala BPIP dan BPKP di Istana Negara kemarin.
Dalam beberapa waktu ke depan, presiden akan menggelar rapat terbatas untuk membahas hal tersebut bersama para menteri terkait.
’’Kalau bertanya kepada saya, ini belum ratas ya, saya akan bilang tidak,’’ lanjut Jokowi. Artinya, saat ini presiden berpendapat tidak perlu memulangkan WNI eks ISIS dari Suriah.
Namun, Presiden merasa perlu untuk mendengarkan pertimbangan dari menteri-menteri terkait. Apa plus minusnya jika mereka dipulangkan ke tanah air. Karena itulah, semua pertimbangan akan dibahas dalam ratas. Dari situ baru bisa diketahui sikap resmi pemerintah. Apakah akan memulangkan mereka atau tidak.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan rencana pemerintah memulangkan WNI eks ISIS masih dibincangkan. Di antara yang jadi pertimbangan pemerintah adalah, WNI yang sudah terjangkit atau wabah radikalisme itu bakal menularkan ke warga di tanah air apa tidak.
’’(Evakuasi WNI, red) corona saja kan kita dilakukan observasi dulu. Nah ini juga harus dipikirkan. Kalau (radikalisme, red) menular berbahaya juga,’’ katanya. Untuk itu Ma’ruf menegaskan rencana pemulangan WNI eks ISIS itu sampai saat ini masih dalam pengkajian.
Untuk itu Ma’ruf mengatakan, sampai sekarang belum ada keputusan atau kesimpulannya. Dia menuturkan keputusan evakuasi WNI eks ISIS itu harus dikaji secara menyeluruh. Yang paling penting baginya adalah bagaimanan nanti supaya pemahaman radikal mereka tidak menular ke warga di tanah air. ’’Kita tunggu saja,’’ jelasnya.
Ketua Umum ICMI, Jimly Asshiddiqie menuturkan, WNI eks ISIS itu bisa saja sudah dicabut paspor Indonesia-nya. Sebab mereka sudah ikut berperang untuk negara lain. Namun, dia mengatakan bahwa di konstitusi tidak boleh membiarkan orang stateless atau tidak memiliki kewarganegaraan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, bagi mereka yang tidak mau pulang ke tanah air, ya dibiarkan saja. Tidak perlu dipaksa pulang. Namun bagi yang ingin pulang ke tanah air, ada persoalan lain.
Yakni bagaimana melakukan pembinaan kepada mereka. Sehingga mereka menyadari kesalahannya. Menurut dia, upaya penyadaran itu merupakan agenda yang tidak kalah serius dari sekadar evakuasi masuk ke tanah air.
Pengamat terorisme Al Chaidar menyampaikan bahwa pemerintah lebih baik memilih opsi memulangkan FTF eks ISIS ketimbang membiarkan mereka telantar di luar negeri.
”Bisa lebih radikal mereka (kalau tidak dipulangkan),” ungkap dia kepada Jawa Pos. ”Karena mereka akan menganggap pemerintah zalim dan kafir,” tambahnya. Untuk itu, dia sependapat jika pemerintah memulangkan mereka.
Menurut Al Chaidar, pemerintah tidak perlu khawatir mereka akan menyebar paham teroris kepada masyarakat. Asal strategi serta penerapannya tepat, mereka bisa berbaur kembali tanpa menebar paham-paham teroris. ”Kurang tepat kalau mereka dianggap masih berbahaya,” imbuhnya. Apalagi, FTF eks ISIS perempuan dan anak-anak. Menurut dia, mereka butuh perlakuan yang humanis serta keterbukaan dari pemerintah dan masyarakat di tanah air.
Al Chaidar menilai, pemulangan mereka ke Indonesia harus dibarengi humanisasi serta kontra wacana. ”Yang sangat tepat untuk mengatasi pemikiran yang radikal yang pernah mereka dapatkan sebelumnya,” bebernya. Humanisasi, lanjutnya, dibutuhkan supaya mereka tersentuh sehingga bisa merespons program itu dengan positif.
Sedangkan kontra wacana perlu untuk mematahkan paham teroris yang pernah mereka terima.
Kontra wacana, lanjut Al Chaidar, bisa dilakukan dengan mendatangkan ulama-ulama yang mampu menjelaskan kepada mereka bahwa paham teroris tidak benar. Tentu, itu tidak bisa dilakukan hanya satu atau dua kali. Melainkan harus berkelanjutan. Karena itu, pemerintah harus membuat komitmen bersama para FTF eks ISIS tersebut. ”Untuk ikut program humanisasi dan kontra wacana (jika dipulangkan),” imbuhnya.(syn/wan/byu)