Tak Semua Orang dari Tiongkok Dicek Kesehatan Terkait Virus Korona

0
49
Mendagri Tito Karnavian saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi II DPR di Gedung Nusantara, Senayan, Selasa (26/11/19). Rapat membahas anggaran e-KTP. (HENDRA EKA/JAWA POS)
Mendagri Tito Karnavian saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi II DPR di Gedung Nusantara, Senayan, Selasa (26/11/19). Rapat membahas anggaran e-KTP. (HENDRA EKA/JAWA POS)
Petugas Kesehatan Karantina Bandara Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan acak suhu badan penumpang yang baru mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2020). (HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS)
Petugas Kesehatan Karantina Bandara Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan acak suhu badan penumpang yang baru mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2020). (HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Meski virus korona sudah ditetapkan sebagai darurat global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lantas tak semua orang wajib di-swap (atau diuji mukosa lendir saluran napasnya). Begitu pula dengan semua orang yang datang dari Tiongkok sebelum kebijakan penerbangan ditutup. Mengapa begitu?

Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto menjelaskan apa yang dilakukan selama ini sudah sesuai standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengambil swap atau spesimen dari seseorang. Mereka diperiksa ketika sudah menunjukkan gejala klinis seperti batuk, demam, pilek, dan sesak napas.

“Harus sudah ada gejala klinis. Tak semua orang tiba-tiba diperiksa. Misalnya influenza berat, panas badannya, napas enggak nyaman, dan batuk. Lalu orang itu harus di-screening fisik. Manakala ditemukan penyebabnya jelas barulah diperiksa,” tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/2).

Yurianto membantah tidak dilakukannya swap pada semua orang yang datang dari Tiongkok termasuk para TKA (Tenaga Kerja Asing) bukan karena proses atau peralatannya mahal. “Bukan soal mahal, ini kan sudah urusan negara. Tapi memang ini prosedur WHO,” ungkapnya.

Dokter akan memeriksa atau mengecek terlebih dahulu seorang pasien. Jika memang hanya terinfeksi bakteri dan bisa diatasi dengan antibiotik, tentu persoalan akan selesai.

“Mereka menunjukkan gejala ada radang yang sangat nyata pada tenggorokan, bisa jadi kan disebabkan bakteri. Kita intervensi dengan antibiotik. Jika panasnya turun, maka bukan virus. Karena virus enggak akan merespon jika diberi dengan antibiotik. Jika dicurigai virus, maka masuk status pasien diawasi. Manakala gejalanya semakin nyata, pemeriksaan darah tunjukkan virus, maka kami lakukan isolasi lalu dinyatakan suspect,” paparnya.

Meski begitu pemerintah terus memperketat pintu-pintu masuk untuk mencegah masuknya penularan wabah virus Korona ke Indonesia. “Siapapun yang enggak bergejala meskipun dari Tiongkok harus kita periksa? Enggak begitu. Pengetatan dilakukan di semua pintu masuk. Ditambah lagi dengan penguatan karantina wilayah,” katanya.

Kesimpulannya, kata dia, sesuai standar WHO siapapun yang diambil atau di-swapadalah mereka yang menunjukkan gejala klinis. Atau mereka yang sempat ada kontak dengan penderita dan pulang dari Wuhan, Tiongkok.

“Kita tetap ada filter-nya. Enggak semua orang harus diambil spesimennya. Begitu detail oh ini jelas bakteri nih, ya enggak usah diambil semua. Dan ini sudah SOP di seluruh rumah sakit,” tegasnya.(jwp)