RUU Cipta Kerja, Pemerintah Dituding Hapus Hak Pekerja

0
85
Ilustrasi
Ilustrasi pekerja menengah
Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pemerintah dinilai telah menghapus hak pekerja dengan dibuatnya draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Dimana dalam klaster ketenagakerjaan disebutkan, libur untuk pekerja cukup sehari dalam seminggu.

Namun hal itu ditampik Sesmenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso. Menurutnya, pemerintah tidak akan menghapus hak-hak pekerja, termasuk cuti menikah dan cuti hamil.

”Nggak gitu lah, nggak ada (penghapusan, red). Tinggal dibaca saja di RUU-nya. Kadang kekhawatirannya berlebihan. Padahal, kan niat kami ini, selain menciptakan lapangan kerja baru, juga untuk meningkatkan kesejahteraan buruh yang existing,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (14/2).

https://staging.radarbogor.id/2020/02/15/ruu-cipta-kerja-tak-ada-pesangon-pekerja-bisa-dikontrak-seumur-hidup/

Susiwijono menolak kabar yang menyebutkan bahwa pemerintah menghapus hak-hak tersebut. Menurut dia, hal itu adalah hak dasar bagi pekerja. Pemerintah tak mungkin menghapus ataupun mengurangi hak para pekerja.

Dia juga menolak kekhawatiran yang terkait dengan aturan upah minimum berdasar pertumbuhan ekonomi yang tertera pada pasal 88D. ”Ada pasalnya. Kalau pertumbuhannya minus, minimal upahnya sama dengan tahun lalu. Intinya, upah nggak boleh turun.”

Hal itu sekaligus menampik kekhawatiran pada pasal 88E yang terkait dengan upah minimum padat karya yang diatur terpisah. Banyak pihak yang khawatir pasal tersebut bakal memicu terjadinya rezim upah murah yang merugikan pekerja, khususnya di sektor tekstil pakaian jadi dan alas kaki.

Susiwijono menyebutkan, kekhawatiran itu sejatinya tak perlu ada. Sebab, niat awal pemerintah membuat Omnibus Law Cipta Kerja adalah menciptakan lapangan kerja.

Susiwijono menjelaskan, khusus untuk PP, pemerintah berkomitmen menerima usulan apa pun sejak awal. ”Betul-betul tak kasih penuh (usulan, Red) ke teman-teman pekerja. Mana ada coba bikin PP seperti itu dalam sejarah? Ini betul-betul kami libatkan dari nol,” jelasnya.

Dengan kondisi itu, jika masih ada yang menolak dilibatkan, pemerintah tak bisa berbuat banyak. ”Itu niat serius dari dulu. Pada saat komunikasi, diserang sana-sini. Tapi, nggak papa, itu bagian dari demokrasi. Yang jelas, pemerintah berkomitmen memenuhi janjinya untuk melibatkan pekerja,” katanya.(JPC)