3 Blunder Pemerintah: Kasus Harun Masiku sampai Pensiun ASN Rp 1 M

0
61
Ilustrasi. Karikatur Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin (Budiono/Jawa Pos)
Ilustrasi. Karikatur Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin (Budiono/Jawa Pos)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pemerintah telah melakukan kesalahan yang kemudian dikoreksi sebanyak tiga kali. Sehingga hal ini mengakibatkan kegaduhan atau polemik di masyarakat. Beberapa pihak seperti DPR dan akademisi mengeluhkan adanya blunder yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin.

Berikut ini adalah blunder yang dilakukan oleh pemerintah:

1. Keberadaan Harun Masiku

)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menyebut Harun Masiku yang saat ini menjadi buronan KPK terkait kasus PAW Anggota DPR sedang berada di luar negeri.

Namun selang beberapa hari, Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny Sompie mengatakan Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak Selasa (7/1) lalu. Harun yang merupakan buronan KPK melintas masuk ke Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat Batik Air.

“Saya telah memerintahkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun Masiku melintas masuk,” kata Ronny Sompie.

‎Akibat kesalahan data ini, Menkumham Yasonna H Laoly mencopot Ronny F Sompie dari jabatannya. Dia dipindahkan ke jabatan lain. Alasannya Kemenkumham ingin membentuk Tim Indpenden.

Adapun Tim Independen yang dibentuk Kemenkumhan terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemen Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Direktorat Tindak Pidana Cyber Bareskrim Polri.

Mereka akan bekerja melacak mengapa terjadinya penundaan atau delay sistem terkait kepulangan Harun ke Indonesia pada Selasa (7/1) lalu.

2. Kesalahan Ketik Draf RUU Omnibus Law

)

Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja Omnibus Law yang diajukan pemerintah ke DPR rupanya salah ketik.Disebutkan di pasal 170 ayat 1 pemerintah bisa menganti UU dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) .

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly mengatakan dalam draf RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja tersebut ada kesalahan ketik di pasal 170 tersebut. “Iya iya (salah ketik) jadi ingin mungkin kesalahan,” ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2).

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, tidak bisa UU diubah atau diganti dengan pemerintah mengeluarkan PP ataupun Peraturan Presiden (Perpres). “Jadi enggak bisa dong PP melawan undang-undang,” katanya.

Oleh sebab itu Yasonna mengatakan nantinya DPR akan melakukan perbaikan dengan pemerintah pada saat rapat yang membahas tentang Omnibus Law Cipta Kerja ini. “Nanti di DPR akan diperbaiki teknisnya,” pungkasnya.

Adapun dalam RUU tentang Cipta Kerja Omnibus Law, pada Pasal 170 ayat 1 disebutkan pemerintah‎ berhak mengubah UU melalui Peraturan Pemerintah (PP). Pasal yang dimaksud tertuang dalam Bab XIII Ketentuan Lain-lain RUU Cipta Kerja. Dalam pasal 170 ayat (1) disebutkan Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang.

Pasal 170 ayat (1) berbunyi: “Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini”.

Pasal 170 ayat (2) berbunyi: “Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Pasal 170 ayat (3) berbunyi: “Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia”.‎

3. Aparatur Sipil Negara (ASN) Dapat Dana Pensiun Rp 1 Miliar

Sebagaimana dikutip oleh beberapa media bahwa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengusulkan agar Aparatur Sipil Negara (ASN) mendapat dana pensiun Rp 1 miliar.

Menteri Tjahjo mengatakan bahwa media tidak memuat lengkap penjelasannya. Ia menyatakan tidak pernah mengusulkan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani agar ASN mendapatkan dana pensiun Rp 1 milyar.

Yang benar, kata Tjahjo, ia sempat berdiskusi terkait pengelolaan dana tabungan ASN dengan Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (Kopri) Zudan Arif Fakhrullah serta PT Taspen, bukan BTN seperti yang diberitakan di berbagai media. Diskusi tersebut tidak membicarakan tentang usulan agar ASN mendapat dana pensiun Rp 1 miliar.

“Yang dibahas sebetulnya adalah pengelolaan iuran bulanan yang dikelola PT Taspen bagi ASN sejak awal karir sampai akhir masa kerja ASN,” ujar Tjahjo.

Tjahjo berharap, iuran tabungan ASN itu dikelola dengan baik oleh PT Taspen, sehingga nantinya ASN bisa mendapatkan hasil tabungannya dengan jumlah yang signifikan.

“Syukur-syukur ASN yang pensiun dapat kompensasi tabungan pensiunannya bisa mencapai 1 milyar, yang merupakan hasil dari iuran tabungan pegawai yang saat ini baru mencapai puluhan juta rupiah,” jelasnya.

Pembicaraan ini dilakukan karena pengelolaan keuangan PT Taspen saat ini dinilai dalam kondisi sehat. Tjahjo berharap agar pengelolaan iuran ASN bisa dilakukan dengan baik sehingga nantinya ASN bisa memperoleh jumlah tabungan secara maksimal saat pensiun kelak.

Sebagai Menteri PANRB, Tjahjo Kumolo dalam menjabarkan visi misi Presiden Joko Widodo yang berkaitan reformasi birokrasi, tak sekadar memikirkan penyederhanaan birokrasi namun juga memikirkan kesejahteraan ASN, termasuk tunjangan serta tabungan ASN kelak saat pensiun.

“ASN yang dari awal kerja sampai akhir masa kerja dengan bekerja secara maksimal dan dengan iuran bulanan yang diperhitungkan yang dikelola oleh Taspen, sehingga ASN mendapatkan dana tabungan pegawai yang diberikan Taspen secara maksimal syukur bisa mencapai 1 miliar,” ujarnya.(jwp)