BOGOR-RADAR BOGOR,Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria, mendapat kehormatan memberikan pidato pada Anniversary ke-77 Kasetsart University, salah satu perguruan tinggi terkemuka di Thailand, pada 3 Februari 2020 di Bangkok.
Prof Arif mengingatkan adanya tantangan perubahan iklim, ketahanan pangan dan ketimpangan kualitas hidup manusia antar negara yang sudah di depan mata. Peningkatan pertumbuhan ekonomi secara cepat telah berkontribusi terhadap penurunan kualitas ekosistem. Hal tersebut menyebabkan daya dukung lahan dan lingkungan baik terhadap produksi maupun jasa lingkungan menurun, dan akhirnya berimbas pada menurunnya kualitas hidup manusia.
Lebih lanjut diurainya bahwa Sustainable Development Goals (SDGs) diharapkan dapat menjadi platform global dalam rangka menciptakan dunia yang lebih baik bagi kehidupan manusia. Ia juga memaparkan pentingnya peran perguruan tinggi dalam membangun jejaring mewujudkan pencapaian SDGs. “Pada tahun 2018, ada 546 penelitian yang dilakukan oleh IPB University yang menyentuh seluruh 17 target SDGs. Namun, ternyata 25% terbesar adalah mendorong pencapaian SDG No 2 yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya. Kemudian diikuti oleh SDG No 3 sebesar 17% yang terkait dengan kesehatan, dan 16% penelitian mendukung SDG No 9 bidang industri, inovasi dan infrastruktur, ” jelasnya.
Rektor IPB University juga menyinggung soal pendidikan. “Pendidikan adalah salah satu kendaraan yang secara nyata mampu mengatasi kemiskinan. IPB University berkomitmen terus memberi akses kepada calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu agar kelak bisa meningkatkan kualitas ekonomi keluarganya. IPB University juga punya visi untuk melahirkan technopreneur dan sociopreneur secara sistematis sehingga lulusannya akan berperan secara nyata dalam penciptaan lapangan kerja dan secara nyata menuntaskan kemiskinan”, kata Prof Arif.
IPB University telah melaunching SDGs Network tahun 2019 dan juga telah membuat Sustainability Report. Ini adalah bentuk komitmen IPB University untuk mendukung pencapaian SDGs. Problem utama dari SDGs menurut Prof Arif adalah belum meratanya informasi SDGs kepada para pihak, padahal banyak pihak secara tidak sadar sebenarnya telah melakukan isi SDGs tersebut. Tujuan yang ada pada SDGs adalah nilai-nilai universal yang memang diinginkan manusia dalam hidup dan kehidupannya. “Melalui SDGs Network IPB University mengundang dan mendampingi industri, NGO, dan pihak swasta untuk berjejaring mewujudkan SDGs dan memberikan laporan tentang langkah-langkah dan hasil yang telah dicapai”, tandas Arif.
Pidato Rektor IPB University ini juga membahas konsep Agromaritim 4.0 dan memaparkan berbagai inovasi 4.0 karya dosen IPB, untuk mendukung pencapaian SDGs mulai dari bidang pertanian 4.0, kelautan, inovasi sosial hingga produk-produk herbal dan kesehatan.
Dalam bidang pangan, inovasi Agro-Technology Park (ATP) telah mampu menghubungkan petani sekitar kampus dengan 20 supermarket di jabodetabek.
Di bidang kesehatan, IPB university selama lebih dari 13 tahun terus memproduksi vaksin H5N1 dan produk herbal seperti temulawak yang telah bekerjasama dengan pemerintah daerah maupun swasta.
Dalam kesempatan yang sama Prof Arif juga menyampaikan bahwa isu pangan menjadi sebuah keniscayaan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Namun demikian, terdapat tiga isu utama yang ditekankan. “Isu yang perlu diperhatikan adalah Pertama, akurasi data. Kedua, Food lost and food waste. Ketiga, regenerasi petani”, tegas Prof Arif.
Akurasi data menjadi sangat penting karena merupakan basis dalam penentuan kebijakan pangan. Data presisi akan menghasilkan kebijakan lebih akurat sesuai fakta yang ada. Lebih lanjut Prof Arif menjelaskan isu baru tentang food lost and waste (pemborosan dan kehilangan pangan), karena data FAO tahun 2019 mengungkapkan bahwa sepertiga makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia hilang atau terbuang sia-sia. Oleh karena itu, precision farming menjadi penting. Pertanian presisi diperlukan untuk memaksimalkan efisiensi mulai dari lahan hingga ke meja makan sehingga masalah food lost and food waste dapat diatasi.
Pada isu regenerasi petani Prof Arif menuturkan bahwa rata-rata petani di Amerika berumur 58 tahun, di Jepang 67 tahun, dan di Indonesia 47 tahun. Kecenderungannya anak-anak petani tidak mau menjadi petani. Mereka cenderung ingin menjadi pemilik lahan. Dengan demikian perlu disiapkan teknologi modern dari sekarang dan aktor-aktor baru dari generasi ini.
Acara yang dibuka langsung oleh Rektor Kasetsart University, Chongrak Wachrinrat ini turut menghadirkan berbagai ahli dari Universitas-universitas mancanegara terkemuka seperti Kyoto University Jepang, Arkki Institute Finlandia, European Office, Glasglow Caledonian University Inggris, Stockholm University Swedia, University of British Columbia Canada, Gwangju Institute of Science and Technology Korea Selatan, dan University of Portsmouth Inggris. (AS)