BOGOR-RADAR BOGOR,Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University bersama Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Tani Center IPB University menggelar diskusi terfokus tentang perdagangan (ekspor impor) pangan dan implikasinya bagi kesejahteraan dan kedaulatan petani. Kegiatan ini digelar di Gedung FEM, Kampus IPB Dramaga Bogor, (17/2).
Dalam acara ini, Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria mengatakan pemerintah terus memaksimalkan ekspor beragam komoditas di berbagai bidang, khususnya pertanian. Misalnya jagung, kelapa sawit, karet, kakao, buah-buahan tropika hingga rumput laut dan ikan. Hal ini dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi untuk menguatkan posisi ekspor pertanian yang digalakkan sehingga menyentuh kesejahteraan petani di Indonesia pada umumnya.
“Semakin banyak komoditas pertanian yang diekspor ke luar negeri, otomatis penghasilan dari petani yang mengolah dan memanen komoditas pertanian hingga mampu diekspor juga semakin meningkat. Jika penghasilannya semakin meningkat, kesejahteraan para kaum tani secara umum juga meningkat,” kata Rektor.
Oleh karena itu ekspor hasil pertanian merupakan satu dari sekian pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan pemerintah. Caranya yakni dengan menjaga ketersediaan bahan baku dan barang modal serta stabilitas harga barang modal pada harga internasional yang kompetitif. Selain itu penurunan tarif, memberikan kemudahan dalam proses pengurusan lisensi dan perizinan ekspor dan impor serta meningkatkan transparansi peraturan ekspor dan impor juga bisa menjadi jalan untuk meningkatkan ekspor pertanian.
“Perluasan pasar ekspor juga dapat dilakukan dengan menjaga jumlah perjanjian perdagangan bilateral, regional dan multilateral dan penjajakan pasar-pasar ekspor nontradisional. Selain itu peningkatan ekspor jasa juga dapat dilakukan dengan cara pengembangan e-dagang, teknologi dan bisnis berbasis internet,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, dosen FEM IPB dari Departemen Ilmu Ekonomi, Dr Widyastutik memaparkan mengenai potret perdagangan komoditas pertanian Indonesia dalam perdagangan internasional. Pertumbuhan ekonomi yang kuat, diyakini Indonesia mampu bersaing bahkan memiliki bargaining power di antara kawasan regional dan internasional. Dalam rangka itulah fokus dan kebijakan pemerintah hingga lima tahun yang akan datang diarahkan pada penguatan investasi dan perdagangan.
“Sementara pada sisi lain, pemerintah sangat serius mengembangkan berbagai kebijakan dan program untuk mendorong meningkatnya neraca pergadangan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang digenjot dalam perjanjian perdagangan internasional. Produk-produk pertanian didorong masuk ke pasar ekspor. Peningkatan ekspor diharapkan mampu meningkatkan sumbangan devisa bagi negara. Berbagai perjanjian yang dilakukan diharapkan mampu membuka peluang peningkatan ekspor produk pertanian Indonesia,” tuturnya.
Ia menambahkan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah, program dan kebijakan strategis untuk melindungi petani dalam negeri ketika melakukan perjanjian perdagangan internasional. Negara harus menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak petani dan orang yang bekerja di pedesaan.
Dekan FEM IPB University, Prof Dr Nunung Nuryartono menyampaikan bahwa tujuan kegiatan ini adalah memberikan masukan terkait kebijakan dari berbagai traktat atau perjanjian ekonomi dan perdagangan internasional serta implikasinya bagi pertumbuhan ekonomi, menggali berbagai persoalan dan potensi dampak yang dihadapi petani karena adanya perjanjian ekonomi dan perdagangan internasional. Terbangunnya jejaring lintas aktor dan multidisiplin sektor sebagai ruang berbagi pengetahuan dan informasi tentang berbagai perjanjian ekonomi, perdagangan internasional dan kedaulatan petani. Dan menggali formulasi berbagai masukan bagi pemerintah terkait dengan kebijakan ekonomi dan perdagangan internasional yang mampu meningkatkan kesejahteraan serta kedaulatan petani dan ekonomi bangsa. “Jadi output dari kegiatan ini adalah rekomendasi kebijakan tentang kebijakan perjanjian ekonomi dan perdagangan internasional yang mensejahterakan dan menjamin kedaulatan petani,” ujarnya.
Kepala Tani Center IPB University, Dr Hermanu Triwidodo menyampaikan, ketergantungan pada impor pangan berisiko besar terhadap ketahanan pangan dan akan mengancam kedaulatan kebijakan pangan dan kedaulatan kesejahteraan petani. Kedaulatan pangan sejatinya menempatkan petani sebagai subyek pembangunan pertanian dapat terpenuhi hak-haknya. Dalam banyak pandangan, kedaulatan petani merupakan representasi dari terpenuhinya hak dan kedaulatan petani, masyarakat dan negara dalam menentukan kebijakan, model dan corak pembangunan pertanian. Petani pangan Indonesia jumlahnya besar, kondisinya masih perlu dilindungi pemerintah dan ditingkatkan kesejahteraannya.
”Indonesia harus berdaulat pangan dengan cara mencukupi pangan dari produksi sendiri, mengatur kebijakan pangan secara mandiri. Oleh karena itu, negara wajib menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya petani secara terencana, terarah, berkelanjutan serta melindungi dan menyejahterakan petani dan rakyatnya,” imbuhnya.
Karena itu, Dr Hermanu menilai produktivitas pangan dan efisiensi akan tercapai bila didukung oleh pemerintah. Keberpihakan pemerintah terhadap rakyat juga harus tampak dalam menjaga ketahanan pangan, mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan.
Diskusi terfokus ini sangat dinamis dengan hadirnya para pakar maupun praktisi diantaranya Juwari (Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia), Syaiful Bahar (Petani Caping Biru), Akat (Asosiasi Produsen Benih Bawang Merah Indonesia), Hariadi Propantoko (Gerakan Petani Nusantara), Said Abdulah (Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan), Dr Ir Adnan, MP (Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati), Hariyadi B Sukamdani (Asosiasi Pengusaha Indonesia/Apindo), Mulyadi (Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara/PPBN), Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS (Tani Center IPB University), Dr. Harianto (dosen FEM IPB University), Deni Nurhardiansyah (Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara) dan sejumlah mahasiswa FEM IPB University. (ipb)