Penyelidikan Jiwasraya 3 Hari, Apa yang Dikejar Jaksa Agung Burhanuddin?

0
97
Ilustrasi logo Asuransi Jiwasraya (Dok.Antara)
Ilustrasi Jiwasraya.

JAKARTA – RADAR BOGOR, Baru-baru ini beredar video Jaksa Agung ST Burhanuddin yang secara blak-blakan berbicara soal proses penanganan kasus dugaan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.

Video yang beredar di berbagai WhatsApp Group tersebut, Burhanuddin menceritakan awal mula proses penyelidikan hingga penyidikan kasus Jiwasraya.

Burhanuddin mengaku meminta anak buahnya untuk memilih tingkatan kasus dari penyelidikan atau langsung penyidikan.

“Ketika itu saya tanyakan ke anak-anak (Pidsus), Kalian sanggup gak, mau proses penyelidikan dulu atau penyidikan,” kata Burhanuddin.

Jajarannya pun langsung meminta waktu untuk menaikkan status kasus menjadi penyidikan, yakni sekitar 2-3 hari.

Menyikapi pernyataan itu, Pengamat Kebijakan Publik Yanuar Wijanarko meminta Jaksa Agung Burhanuddin untuk berhati-hati mengeluarkan statement sebuah kasus, khususnya kasus terkait hajat hidup orang banyak seperti Jiwasraya.

“Sebab jika salah memberikan pernyataan, maka Jaksa Agung bisa merugikan hak konstitusional para tersangka lho. Bagaimana bisa sebuah kasus yang diduga berpotensi merugikan negara puluhan triliun, ditingkatkan status ke penyidikan setelah 2-3 hari penyelidikan. Sangat terburu-buru sepertinya,” kata Yanuar di Jakarta, Jumat 20 Maret 2020.

Padahal, sesuai PERJA-039/A/JA/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, penyelidikan diberi batas waktu sampai 14 hari.

“Aturan itu memberikan kesempatan para jaksa penyelidik untuk secara teliti mengumpulkan barang bukti minimal 2 alat bukti lho. Pertanyaannya, jika 2-3 hari proses penyelidikan, sebenarnya apa yang dikejar Kejaksaan,” ujarnya.

Ia pun menyarankan agar Jaksa Agung jangan gegabah dalam meningkatkan status sebuah kasus dugaan korupsi.

Sebab, jika salah ambil keputusan maka memunculkan kerugian konstitusional seperti tersangka telah kehilangan hak untuk bekerja serta melakukan berbagai kegiatan dan berkomunikasi secara layak dan manusiawi, karena status tersangka/terdakwa tindak pidana korupsi yang disandang oleh Pemohon pada saat penahanan hingga saat ini.

“Artinya jangan karena perintah Presiden dan ABS alias Asal Bapak Senang, menimbulkan kesewenang-wenangan yang bertentangan dengan prinsip due process of law serta pelanggaran terhadap hak atas kepastian hukum yang adil terkait kasus Jiwasraya,” ujarnya.

Tak hanya itu, kejaksaan sepertinya sudah memberikan vonis sebelum putusan pengadilan terkait penyidikan kasus ini. Mulai dari penyitaan yang diduga serampangan, hingga menjadikan kasus Jiwasraya untuk ‘panggung’ sejumlah oknum.

Padahal, kata Yanuar, penyidikan bukan merupakan proses pidana yang mengharuskan lahirnya tersangka pada proses akhir.

“Sita aset boleh, tapi jangan lupa bahwa ada banyak faktor yang harus diperhatikan kejaksaan, seperti proses bisnis berjalan diatas aset yang disita dan rezim pemulihan aset yang tak diterapkan secara utuh oleh penyidik,” ujarnya.

Dan yang harus diingat Jaksa Agung, hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur dan memberikan batasan yang dapat dilakukan oleh negara dalam proses penyelidikan, penyidikan, hingga proses peradilan dengan metode yang baku untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak individu selama proses hukum berlangsung.

“Sebab pada hakikatnya hukum acara pidana adalah aturan hukum untuk melindungi warga negara dari perlakuan sewenang-wenang oleh aparatur penegak hukum. karena diduga melakukan perbuatan pidana,” kata dia. (*/ysp)