Salah satu tempat yang nyaris tidak memungkinkan bisa memutus mata rantai penyebaran Covid-19 adalah pasar. Baik pasar modern maupun pasar tradisional. Karena pasar merupakan tempat orang berkerumun dengan jumlah yang sangat besar, tidak mungkin bisa di data siapapun yang datang ke pasar tersebut.
Apakah masyarakat yang berdomisili di wilayah sekitar lokasi pasar, masyarakat berasal dari zona merah covid-19, bahkan mungkin masyarakat pendatang dari luar wilayah.
Baik pengunjung pasar yang akan berbelanja, maupun datang untuk memasok barang ke para pedagang yang berjualan di pasar tersebut. Namun jauh dari itu, berkerumunya masyarakat di pasar karena dalam rangka menyambung hidup baik bagi para pedagang maupun bagi para pengunjung yang akan berbwlanja baham dasar hidup mereka.
Namun, apapun yang menjadi alasan masyarakat berkerumun dalam jumlah besar setiap hari di pasar, merupakan potensi dalam menpercepat penyebaran Covid-19. Pasar Raya Kota Padang, merupakan peristiwa yang teramat jelas dalam melihat kontribusi pasar dalam mempercepat penyebaran Covid-19. Bagaimana tidak dalam waktu yang sangat cepat 17 orang terkonfirmasi positif Covid-19.
17 orang tersebut, semuanya pernah bersentuhan dengan Pasar Raya Padang tersebut. Bahkan 3 orang sudah dinyatakan meninggal dunia. Gugus tugas penanganan Covid-19 Kota Padang kemudian menyimpulkan penyebaran Covid-19 klaster Pasar Raya Kota Padang tersebut dinyatakan Transmisi Local penyebaran Covid-19. Artinya, Kota Padang sudah melaporkan kasus penyebaran Covid-19 yang penularannya diketahui secara lokal di Pasara Raya Padang.
Kalau sudah terjadi seperti itu, nyaris tidak mungkin bisa melacak hiatori masyarakat untuk menentukan ODP (Orang Dalam Pemantauan) yang pernah bersentuhan dengan para pedagang, keluarga dan pengunjung pasar tersebut. Yang paling memungkinkan adalah para pedagang dan keluarganya yang bisa didata sebagai ODP.
Tidak ada yg bisa memastikan apakah masyarakat yang pernah mengunjungi pedagang di pasar tersebut clear dari Covid-19 ? Yang kemudian akan bersosialisasi dengan keluarganya dan masyarakat dimana pengunjung tersebut tinggal. Pertanyaanya siapa yang bertabggungjawab atas pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 di pasar ?
Ketidakpastiam Ekonomi dan Mentalitas
PSBB yang sudah diterapkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, tidak menyertakan penutupan tempat perbelanjaan termasuk pasar. Sehingga sangat wajar pedagang tetap berdagang dan masyarakat tetap berbelanja di pasar. Kondisi kerumunan masyarakat di pasar dengan tidak menggunakan protokol Covid-19 tidak juga menjadi kesalahan masyarakat. Minimal ada 3 alasan knapa masyarakat tidak bisa disalahkan dalam konteks tersebut.
Pertama, ketidakpastian ekonomi. Ketika masyarakat tidak berdagang di pasar, siapa yang akan menanggung ekonomi untuk memenuhi hak dasar hidupnya. Ini juga nampaknya pemerintah mengambil kebijakan PSBB, buka lock down. Dimana aktifitas masyarakat masih diperkenankaj dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
Termasuk aktifitas di pasar, karena pemerintah tidak mampu menjamin ekonomi masyarakat ketika aktifitas pasar ditutup total. Kedua, masyarakat butuh kebutuhan pangan murah. Tentu dibandijgkan dengan di minimarket, dipasar tradisional atau pasar rakyat kebutuhan maayarakat bisa lebih murah, selain banyak pilihan barang dengan berbagai variabel kwalitas.
Sehingga masyarakat dengan memiliki uang tidak besar akan mendapatkan barang yang cukup ketika berbelanja di pasar tradisional. Ketiga, tidak ada pencegahan, screening dan funisment. Siapapun, masyarakat manapun, berasal daeri daerah manapun, apapun kepentingannya, akan bebas memasuki pasar tradisional atau pasar rakyat lewat pintu manapun.
Pengelola pasar terkesan tidak mau ambil pusing dengan kondisi itu. Sehinga pengunjung yang tidak menggunakan masker, yang berkerumun, yang tidak cuci tangan, yang suhu panas badannya tinggi semuanya bisa masuk dengan bebas, nyaris tidak ada batasan. Batasan hanyalah pada jam operasional pasar, bukan pada aktifitas pasar.
Padahal sejak dahulu kala, kita semua sudah sangat memahami betul bahwa mentalitas kedisiplinan masyarakat, ketaatan masyarakat kita terhadap hukum dan kepatuhan menjaga kesehatan sangat sulit jika tidak ada sesuatu hal yang memaksa.
PSBB selama hanya sebatas aturan, itupun tidak banyak diketahui oleh masyarakat, tidak pernah berjalan efektif selama pengawasan dan pengetatan aktifitas tidak dijalankan oleh lembaga pada unit terkecil. Pengelola Pasar misalnya dalam konteks pasar tradisional atau pasar rakyat.
Memaksimalkan Pengelola Pasar
Tidak ada yang mampu memantau aktifitas pasar secara menyekuruh disertai perangkat-perangkat edukasi, sosialisasi dan antisipasi, selain pengelola pasar. BUMD PT. Tohaga dalam konteks pasar tradisional dan pasar rakyat yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor.
Sehingga hanya PT. Tohaga lah yang secara legalitas dan moral mempunyai tanggungjawab penuh terkait apapun yang terjadi di pasar yang berada di bawah pengelolaanya.
Terlebih di tengah penyebaran Covid-19 yang kian hari semakin cepat penyebarannya di Kabupaten Bogor. Peran pembatasan akses masuk pasar, memastikan ketersediaan penyemprotan disinspektan kepada semua pengunjung, melarang pengunjujg yang tidak memakai masker harapannya bisa dipastikan oleh BUMD tersebut.
Begitupun memastikan pemilik toko, pelayan toko menggunakan masker dan menyediakan hand sanitizer, harus bisa dipastikan oleh BUMD PT. Pasar Tohaga.
Termasuk jika ada suplayer barang ke toko-toko apalagi berasal dari wilayah luar, harus bisa dideteksi kepastiannya. Dan yang paling penting, penyemprotan disinspektan kepada semua toko dan lapak-lapak diseluruh pasar sebelum dan setelah beraktifitas. Termasuk memastikan aktifitas pedagang dan pengunjung ketika beraktifitas transaksi di pasar tersebut.
Siapa lagi yang bisa memastikan semua itu selain institusi pengelola pasar tersebut, tentu bekerjasama dengan gugus tugas di wilayahnya.
Antisipasi Momentum Ramadhan dan Iedul Fithri
Hasil analisis terkini terkait penyebaran Covid-19 di Indonesi dari beberapa pihak menyatakan bahwa semakin sulit mencari histori penularan Covid-19 di tengah masyarakat. Sehingga ancaman inveksi Covid-19 mengancam setiap saat dan dimanapun.
Terlebih dengan banyaknya Orang Tanpa Gejala (OTG), sehingga siapapun sebelum dinyatakan vonis dokter, tidak bisa mengetahui siapap saja yang sudah positif Covid-19.
Momentum Ramadah dan Iedul Fitri biasanya menjadi panenya para pedagang. Termasuk para oedagang yang ada di pasar-pasar tradisional. Hal itu disebabkan banyaknya masyarakat yang berbelanja di pasar, bahkan terkadang aktifitas pasar sudah tidak lagi mengenal waktu.
Dengan mentalitas dan budaya yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat kita, maka apakah Covid-19 ini akan menghentikan masyarakat untuk tidak “menyerbu” pasar ? Kita berharap mudah-mudahan masyarakat mempunyai kesadarah dan pemahaman penuh terkait bahayanya berkerumun dalam jumlah besar dalam mempercepat penularan Covid-19.
Namun harus juga menjadi antisipatif bagi kita semua, terutama pengelola pasar dalam menghadapi serbuan masyarakat terhadap pasar dalam menghadapi bulan Ramadhan dan Iedul Fitri ini. Sehingga ketika sdg mempunyai skema antisipatif, maka pengelola pasar sudah siap ketika terjadi penumpukan pengunjung.
Kalau tidak segera diantisipatif, maka kontribusi pasar dalam mempercepat penyebaran Covid-19 akan terjadi.
Kasus Pasar Raya Padang, merupakan contoh jelas dan terang benderang, bahwa pasar mempunyai potensi besar dalam penyebaran Covid-19 di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu pasti kita semua menginginkan kondisi kembali normal, Covid-19 segera selesai. Walaupun semua pihak tidak ada yang mampu memastikan kapan hilangnya Covid-19 ini, namun sudah pasti akan cepat selesai ketika seluruh elemen masyarakat mampu menyadari dan memahami peran masing-masing dalam memberikan kontribusi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. (*)
Yusfitriadi
* Direktur Democracy Electoral and Empowerment Partnership (DEEP)
* Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju