JAKARTA-RADAR BOGOR, Evi Novida Ginting Manik masih terus melawan keputusan pemecatan dirinya dari jabatan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kali ini perempuan berdarah Batak itu menggugat keputusan presiden ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Evi diberhentikan dari jabatannya atas putusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Putusan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34/P Tahun 2020.
”Yang mengandung kekurangan yuridis esensial adalah Putusan DKPP 317/2019. Sayangnya, menurut sistem hukum Indonesia, yang menanggung akibatnya adalah keputusan presiden,” ujarnya kemarin (19/4).
Dalam dalilnya, Evi menuding DKPP mengkhianati prinsip penyelesaian perselisihan dalam sidang yang berujung pemecatan atas dirinya. Prinsip yang dimaksud itu adalah asas ”audi et alteram partem” atau kewajiban menggelar sidang dengan mendengar semua pihak yang berselisih.
Sebab, pihak yang mengadukan Evi sudah mencabut gugatannya dan tidak pernah memberikan keterangan apa pun. Kemudian, sebagai pihak teradu, Evi mengaku belum pernah memberikan pembelaan. ”Saya bertanya-tanya demi kepentingan siapa DKPP sampai menerobos prinsip hukum universal,” ucapnya.
Evi juga membantah penerbitan Surat KPU 1937/2019 sebagai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Dia mengklaim, surat tersebut hanya menjalankan amar Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) MKRI No 145-02-20/2019.
”Bila menjalankan putusan PHPU MK masih bisa disengketakan di Bawaslu maupun DKPP, kotak pandora perselisihan hasil pemilu yang tidak berkesudahan akan dibiarkan tetap terbuka,” ungkapnya.(JPC)