Aktivis : Perppu Penanganan Covid-19 Kepentingan Siapa ?

0
39
Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi
Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Yusfitriadi

BOGOR – RADAR BOGOR, Pandemi Covid-19 berdampak pada stabilitas keuangan dan perekonomian lebih dari 200 negara, termasuk Indonesia. Penangangan kesehatan menjadi prioritas utama, disusul penanganan dampak sosial dan ekonomi.
Direktur Democracy Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Yusfitriadi menyatakan, kesiapsiagaan negara dalam menghadapi pandemi betul-betul diuji, utamanya kebijakan penganggaran penanganan dan pencegahan persebaran Covid-19.

Guna menjaga stabilitas keuangan negara, kata dia, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Menurut dia, pemerintah menyampaikan beberapa pertimbangan mendasar kenapa perppu diterbitkan. Pertama, persebaran COVID-19 yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar.

Sehingga, berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Kedua, kata dia, implikasi pandemi Covid-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan.

Sehingga, diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak.

Ketiga, sambung dia, implikasi pandemi Covid- 19 telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi (forward looking) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan.

“Dalam perjalanannya perppu ini menuai kritik dari berbagai kalangan. Pasalnya perppu ini dianggap memberi kewenangan yang berlebih (imunitas) kepada Pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara sehingga tidak dapat dikoreksi dan kebal hukum,” ujarnya.

Yusfitriadi menambahkan, rekayasa anggaran pemerintah dipayungi Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Peraturan inilah yang dipersiapkan pemerintah untuk melindungi para Aparatur Sipil dan Negara ketika terdapat “malpraktek” dalam mengelola rekayasa anggaran, baik ditingkat pusat, propinsi maupun kabupaten dan kota.

“Jebakannya adalah kemana anggaran hasil rekayasa tersebut dipergunakan dan bagaimana bentuk transparasi serta akuntabilitasnya,” katanya.

Ia menambahkan, kebijakan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) yang diterapkan diberbagai daerah yang menggunakan anggaran hasil rekayasa tersebut, sebagian besar “gagal”, sehingga banyak daerah mengajukan PSBB tahap kedua, tentu dengan menggunakan anggaran yang sama. Termasuk pendataan masyarakat yang terdampak COVID-19 yang merupakan tugas Gugus Tugas pun tidak berjalan.

“Padahal, kinerja Gugus Tugas tersebut juga atas biaya hasil rekayasa itu. Sampai hari ini masyarakat tidak mendapatkan informasi yang terbuka terkait penggunaan semua anggaran hasil rekayasa tersebut,” tuturnya.

Selain itu, sambung dia, di tengah gaduhnya masalah COVID-19 ini, ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dengan “mengail di air keruh”, baik untuk kepentingan politik, seperti pembahasan undang-undang omnibus law, maupun kepentingan bisnis istana, seperti kasus anggaran Rp 5,6 triliun untuk penyelenggaraan pelatihan kartu pra-kerja, diantaranya dikelola Adamas Belva Syah Devara, CEO Skill Academy Ruangguru yang ditunjuk sebagai penyelenggara pelatihan.

Manager Riset Seknas FITRA, Badiul Hadi menyatakan, pasal-pasal pelonggaran ini jangan sampai dimanfaatkan para pihak sebagai alat pelegalan korupsi dan perlindungan para pihak yang ingin bermufakat jahat.

“Pemerintah harus melaksanakan prinsip penganggaran yang transparan, akuntabel disemua aspek, terutama pelaksanaan anggaran; pengadaan barang dan jasa semua harus di buka kepublik. Transparansi penggunaan anggaran akan menyelamatkan uang negara dari para koruptor,” ungkapnya.

Koordinator TePI, Jeirry Sumpampow menambahkan, situasi pandemi Covid-19 ini tidak boleh membuka ruang bagi kemungkinan praktek korupsi. Penggunaan keuangan negara dalam rangka penanganan Covid-19 harus tetap menggunakan kaidah dan prinsip demokrasi dan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang benar.

“Jangan sampai ada oknum memanfaatkan situasi penanganan bencana ini untuk memperkaya diri dan kepentingan politik lainnya,” tegasnya.

Menurut dia, para pejabat pun harus patuh pada kaidah pengelolaan keuangan yang benar. Jika melanggar harus bisa dihukum sesuai aturan hukum yang berlaku.

“Tak boleh kebal hukum. Karena itu, regulasi yang memberi ruang bagi kemungkinan terjadinya praktek korupsi dan pelakunya juga diberikan kekebalan hukum, secara otomatis tak berlaku atau gugur di negara hukum seperti Indonesia. Karena itu, saya mendorong agar DPR RI menolak aturan tentang itu dalam Perppu No. 1 Tahun 2020,” jelasnya. (*/cr4)