JAKARTA–RADAR BOGOR, Banyak masyarakat yang protes lantaran tagihan listrik bulan April 2020 tiba-tiba membengkak. PT PLN pun dinilai telah melakukan pelanggaran maladministrasi berupa ketidak-profesionalan pelayanan.
Selain itu, perusahaan setrum milik negara itu telah meciptakan ketidaknyamanan masyarakat, khususnya kepada pelanggannya. Demikian diungkap Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Laode Ida dalam keterangan persnya, Kamis (7/5/2020).
“Tidak sedikit warga termasuk warganet yang kemudian protes keras atas ketidak profesionalan pihak PLN itu,” kata dia.
Karena itu, ia meminta pengawas internal PLN, Kementerian ESDM dan Presiden Jokowi agar tidak diam saja. Yakni dengan memberikan sanksi kepada seluruh pimpinan PLN atas tindakan tak profesional dan ta patut itu.
Pertama, terkait dengan inkonsistensi dalam memberikan pernyataan atau penjelasan atas komplain para pelanggan. Semula menyatakan bahwa kenaikan tagihan listrik disebabkan oleh meningkatnya daya listrik pada saat WFH, sekolah dari rumah, dan sejenisnya.
Tapi belakangan PLN mengakui bahwa ada tambahan pembayaran sebagai carry over dari pemakaian pada bulan-bulan sebelumnya.
“Wah ini gawat. Karena jika penjelasan terakhir itu benar, berarti aparat PLN tidak jalankan tugasnya dengan baik, tidak melakukan pencatatan dengan cermat dan benar tentang jumlah pemakaian yang tepat setiap bulannya,” bebernya.
Padahal, menurut mantan Wakil Ketua DPD RI ini, angka penggunaan daya adalah sesuatu yang pasti, tidak bisa dikarang-karang. Jika, sekali lagi, pernyataan itu benar, maka jelas PLN hanya berspekulasi dalam menentukan jumlah tagihan setiap bulan.
“Sungguh sangat memprihatinkan dan tidak pantas dipertahankan sebagai aparat yang berada pada lembaga penyelenggara pelayanan publik untuk kebutuhan primer dari rakyat,” sesalnya.
Hal kedua, menurut Laode, terkait dengan yang pertama yakni patut diduga kuat, bahwa pengenaan tagihan pada bulan Mei 2020 ini adalah produk kerja spekulatif itu. Karena boleh dengan seenaknya menaikkan tagihan pada bulan Mei tanpa didasarkan fakta riel penggunaan di lapangan.
Dengan kebiasaan menentukan jumlah tagihan yang tidak akurat, sambungnya, pada saat yang sama juga para petugas PLN tidak turun melakukan pengecekan di kotak-kota meteran listrik pelanggan. “Tepatnya, sangat kuat dugaan tagihan bulan Mei 2020 ini adalah produk spekulasi yang sistematis,” ujar Laode.
Terkait dengan kecenderungan seperti itu, Laode menganggao perlu investigasi lebih jauh untuk mengetahui ada apa atau apa sesungguhnya yang terjadi di intern PLN. “Apa ada unsur kesengajaan dengan memanfaatkan momentum covid-19 untuk secara paksa menyedot uang rakyat?” heran Laode.(pojoksatu)