Menyibak Keistimewaan Lailatul Qadar

0
34
Asep Saepudin

BOGOR – RADAR BOGOR, Malam lailatul qadar adalah malam yang ketika itu Allah mengaruniakan kemuliaan kepada hambanya yang tulus menempuh berbagai ujian puasa.

Yaitu seorang hamba yang telah mempersiapkan diri dengan bekal keimanan dan keikhlasan, sehingga dapat menghiasi malam-malam tersebut dengan serangkaian amal sholeh dalam balutan ketakwaan.

Allah memberkahi malam tersebut. Sehingga malam tersebut bernilai sangat tinggi dan agung di atas malam-malam yang lain, sebagaimana Allah jelaskan dalam firmannya, “sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-quran) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan, sampai terbit fajar. (Q.S. Al Qodr: 1-5)
Setiap muslim pasti menginginkan malam penuh kemuliaan, lailatul qadar. Malam itu hanya dijumpai setahun sekali dan itu pun sifatnya abstrak.

Hanya dengan kekuatan imanlah untuk dapat merasakan nikmatnya menjumpai lailatul qadar tersebut. Orang yang beribadah sepanjang tahun tentu lebih mudah mendapatkan kemuliaan malam tersebut karena ibadahnya rutin dibanding dengan orang yang beribadahnya jarang-jarang. Banyak keutamaan dari lailatul qadar tersebut yang mungkin belum difahami oleh sebagian kaum muslim.

Sebagian orang menganggapnya biasa-biasa saja, tanpa merasakan ada sesuatu yang istimewa. Sehingga malam-malam tersebut berlalu begitu saja tanpa diistimewakan dan tidak menghidupkannya dengan amalan-amalan yang sudah disyariatkan.

Keutamaan-keutamaan tersebut yang wajib diketahui, difahami dan diyakini kebenarannya, yaitu: Lailatul Qadar adalah waktu diturunkannya Al Qur’an, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dan selainnya mengatakan, “Allah menurunkan Al Qur’an secara utuh sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah yang ada di langit dunia. Kemudian Allah menurunkan Al Qur’an kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tersebut secara terpisah sesuai dengan kejadian-kejadian yang terjadi selama 23 tahun.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 403). Ini sudah menunjukkan keistimewaan Lailatul Qadar.

Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan, sebagaimana yang telah Allah Ta’ala firmankan, “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3). An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. (Zaadul Masiir, 9: 191). Ini sungguh keutamaan lailatul qadar yang luar biasa, yang tidak akan didapatkan di malam-malam lain selain di malam-malamnya bulan ramadhan.

Dan bahkan tidak semua orang bisa mendapatkannya, kecuali orang yang beramal karena keimanannya sehingga dia ihklas dan bersungguh-sungguh dalam amalnya hingga amalnya diterima olah Allah Ta’ala.

Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhon: 3). Malam penuh berkah ini adalah malam ‘lailatul qadar’ dan ini sudah menunjukkan keistimewaan malam tersebut, apalagi dirinci dengan point-point selanjutnya.

Malaikat dan juga Ar Ruuh -yaitu malaikat Jibril- turun pada lailatul qadar. Keistimewaan lailatul qadar ditandai pula dengan turunnya malaikat. Allah Ta’ala berfirman, “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” (QS. Al Qadar: 4). Banyak malaikat yang akan turun pada lailatul qadar karena banyaknya barokah (berkah) pada malam tersebut.

Karena sekali lagi, turunnya malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana malaikat turun ketika ada yang membacakan Al Qur’an, mereka akan mengitari orang-orang yang berada dalam majelis dzikir -yaitu majelis ilmu-.

Dan malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena malaikat sangat mengagungkan mereka. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 407). Malaikat Jibril disebut “Ar Ruuh” dan dispesialkan dalam ayat karena menunjukkan kemuliaan (keutamaan) malaikat tersebut.

Lailatul Qadar disifati dengan ‘salaam’. Yang dimaksud ‘salaam’ dalam ayat, “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al Qadr: 5) yaitu malam tersebut penuh keselamatan di mana setan tidak dapat berbuat apa-apa di malam tersebut baik berbuat jelek atau mengganggu yang lain. Demikianlah kata Mujahid (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 407). Juga dapat berarti bahwa malam tersebut, banyak yang selamat dari hukuman dan siksa karena mereka melakukan ketaatan pada Allah (pada malam tersebut). Sungguh hal ini menunjukkan keutamaan luar biasa dari Lailatul Qadar.

Lailatul Qadar adalah malam dicatatnya takdir tahunan. Allah Ta’ala berfirman, “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad Dukhan: 4). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya (12: 334-335) menerangkan bahwa pada Lailatul Qadar akan dirinci di Lauhul Mahfuzh mengenai penulisan takdir dalam setahun, juga akan dicatat ajal dan rizki.

Dan juga akan dicatat segala sesuatu hingga akhir dalam setahun. Demikian diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Malik, Mujahid, Adh Dhohak dan ulama salaf lainnya.

Namun perlu dicatat -sebagaimana keterangan dari Imam Nawawi rahimahullah¬ dalam Syarh Muslim (8: 57)- bahwa catatan takdir tahunan tersebut tentu saja didahului oleh ilmu dan penulisan Allah. Takdir ini nantinya akan ditampakkan pada malikat dan ia akan mengetahui yang akan terjadi, lalu ia akan melakukan tugas yang diperintahkan untuknya.

Dosa setiap orang yang menghidupkan malam ‘Lailatul Qadar’ akan diampuni oleh Allah. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah), bukan karena mengharap dari yang lainnya yaitu contohnya berbuat riya’. (Lihat Fathul Bari, 4: 251)
Ya Allah, mudahkanlah kami meraih keistimewaan Lailatul Qadar dengan bisa mengisi hari-hari terakhir kami di bulan ramadhan ini dengan amalan sholih, sekalipun kami beribadah di rumah-rumah kami.

Yaa Allah, kami senantiasa berhusuzhon kepada-Mu atas segala yang terjadi saat ini. Untuk itu karuniakanlah kepada kami kesabaran dan kekuatan iman untuk dapat ikhlas dalam menjalaninya.

Tiada daya dan kekuatan kami untuk dapat menyegerakan agar wabah Covid-19 ini segera berlalu dari kami, selain atas perkenan, karunia dan kasih sayang-Mu. Untuk itu karunikanlah kepada kami. Aamin Yaa Mujibas Saa-ilin.

Oleh: Asep Saepudin
* Sekretaris Pusat Kajian Gender-Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Visi Nusantara

* Ketua Bidang Dakwah dan Kajian Keagamaan Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat