Kesalehan Sosial di Masa Pandemi

0
44
Asep Saepudin

BOGOR – RADAR BOGOR, Islam adalah agama universal, agama kasih dan damai yang menebarkan kasih sayangnya kepada seluruh alam. Agama yang diperuntukan bukan hanya kepada satu golongan manusia saja, tetapi kepada semua manusia di jagad raya ini, tanpa membeda-bedakan ras, suku bangsa maupun warna kulit. Bahkan Islam diutus untuk seluruh alam, termasuk kepada bangsa Jin. Agar semua makhluk tersebut hanya menghambakan diri kepada Allah semata.

Manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang dapat bertahan hidup dan mempertahankan sifat kemanusiaannya melalui berinteraksi sosial dengan manusia lainnya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Dapat kita bayangkan bagaimana jadinya jika seorang manusia hidup menyendiri di hutan belantara yang hanya bergantung kepada alam dan berinteraksi dengan binatang di sekitarnya.

Tentu yang akan terjadi adalah hilangnya sifat-sifat insaniah dari manusia itu sendiri dan berubah perangainya layaknya binatang teman berinteraksinya tersebut.

Sebagai makhluk sosial, tentu kita dituntut untuk dapat saling tolong satu sama lain. Karena hal tersebut merupakan sebuah kemustahilan jika seseorang merasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya peran manusia lainnya.

Sehingga, Islam mensyariatkan kepada umatnya untuk menunaikan zakat. Ini dimaksudkan sebagai wujud saling memberi dan membantu dalam pemenuhan kebutuhan pokok sesama.

Zakat merupakan kewajiban yang diperintahkan Allah kepada setiap muslim yang memiliki harta yang telah mencapai nishab dengan syarat-syarat tertentu.

Allah telah mewajibkan zakat dalam kitab-Nya, sebagaimana firman-Nya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka”. ( Q.S. At Taubah:103). Juga firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu”. (Q.S. Al Baqarah:267). “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. (Q.S. Al Muzzammil:20).

Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara; Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (syahadatain), mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji ke Baitullah dan menjalankan puasa Ramadhan”. (Muttafaqun ‘alaih).

Memasuki akhir bulan suci Ramadhan 1441 Hijriyah ini, Islam pun mensyariatkan kepada pemeluknya yang beriman yang berkecukupan hartanya untuk menunaikan zakat fitrah. Zakat fitrah tidak wajib dilaksanakan atas orang yang tidak mempunyai makanan pada hari pelaksanaannya, yaitu hari terakhir bulan Ramadhan sampai menjelang pelaksanaan sholat idul fitri, karena Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kesanggupannya.

Zakat fitrah adalah suatu kebiasaan yang wajib atas setiap individu kaum muslimin. Hal ini didasarkan pada ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, “Rasulullah sholallahu’alaihi Wassallam telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan sebanyak satu sha’ [2,176 kg] kurma atau gandum atas budak maupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun orang dewasa dari kaum muslimin”. (Muttafaqun’alaih).

Yang dimaksud kurma dan gandum di sini adalah jenis makanan pokok penduduk setempat. Jika keumuman di kita makanan pokoknya adalah beras, maka bahan makanan pokok tersebutlah yang digunakan untuk menunaikan zakat fitrah sesuai takaran yang sudah disyariatkan.

Banyak hikmah yang bisa dipetik atas disyariatkannya menunaikan zakat, baik zakat mal (zakat harta) maupun zakat fitrah. Hikmah dari dikeluarkannya zakat adalah bahwa zakat menyucikan jiwa manusia dari penyakit-penyakit kikir dan pelit, tamak dan rakus.

Membantu orang-orang miskin dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang mengalami kekurangan dan yang terampas haknya. Zakat menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan umum yang jadi pondasi kehidupan umat dan kebahagiaannya.

Zakat dapat membatasi penumpukan kekayaan yang hanya pada tangan orang-orang kaya saja, baik para pedagang, penguasa maupun pengusaha semata.

Adapun hikmah dari ditunaikannya zakat fitrah adalah bahwa zakat fitrah membersihkan jiwa orang yang berpuasa dari segala sesuatu yang mengotorinya yang disebabkan oleh pengaruh kelalaiannya dan kata-kata keji.

Dengan zakat fitrah ini, menjadikan orang-orang yang fakir dan miskin tidak perlu lagi meminta-minta pada Hari Raya Idul Fitri. Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma berkata, “Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dari kelalaian dan kata-kata keji dan untuk memberi makan kepada orang-orang miskin”. (H.R. Abu Dawud no. 1609, Ibnu Majah no. 1827, dan dishahihkan oleh Al Hakim 1/568). Dan sabdanya pula, “Bebaskanlah mereka (orang-orang fakir) dari meminta-minta pada hari ini (idul fitri)”. (H.R. Al Baihaqi 4/175, dan sanadnya dhaif).

Adapun di luar itu semua, Islam memerintahkan untuk memperbanyak infak, sedekah dan saling tolong menolong (ta’awun) baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. terutama di bulan Ramadhan yang mulia ini.

Bahkan dalam keadaan di tengah-tengan wabah pandemi Covid-19. Kita harus lebih meningkatkan kepekaan dan kepedulian sebagai wujud kesalehan sosial. Memerhatikan keadaan lingkungan tetangga kita, jangan sampai ada yang kelaparan karena luput dari perhatian kita sebagai tetangganya. Tentu akan ada praktik yang berbeda dalam hal bagaimana cara penditribusian dan bentuk zakat dan sedekah yang dibutuhkan saat ini.

Majelis Ulama Indonesia telah memberikan arahannya tentang bangaimana seorang muslim menjalani ibadah Ramadhan dalam kondisi pandemi Covid-19 ini. Di antaranya, Kebiasaan sedekah buka puasa bersama dalam bentuk makanan, dengan mengundang tetangga atau kita hadir dengan buka bersama, bisa digeser dan diganti dengan cara mengirimkannya yang disaurkan oleh petugas ke rumah-rumah masyarakat yang membutuhkan.

Kebiasaan zakat disalurkan dalam bentuk langsung bisa digeser menjadi zakat ke lembaga-lembaga amil yang terpercaya secara online. Jika biasanya umat muslim memberikan zakat atau sedekah untuk membangun sarana dan prasarana masjid, ada baiknya sumbangan tersebut terlebih dahulu dialokasikan untuk penanganan Covid-19.

Sebab, saat ini banyak masyarakat yang lebih memerlukan bantuan karena terdampak oleh wabah Covid-19. Alokasi zakat, infaq dan sedekah dapat disalurkan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan pokok dan APD (alat pelindung diri) untuk membantu saudara-saudara kita.

Apalagi setelah pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Banyak pengangguran baru akibat PHK yang tidak jelas pesangonnya, bekerja di rumah juga tidak jelas penggajiannya, bahkan yang berhenti total dari aktivitas kerjanya, seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, buruh lepas, ojek online, dan berbagai sektor usaha lainnya yang ikut lumpuh.

Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban atas setiap individu untuk menunjukan kepedulian atas segala yang terjadi di sekitar kita. Kita lakukan semampu kita sebagai wujud ta’awun dan tanggung jawab sosial.

Tidak lantas berpangku tangan dan abai karena beranggapan ini kan tanggung jawab pemerintah yang semestinya pemerintah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya.

Memang benar ini adalah kewajiban pemerintah yang sudah diamanatkan oleh undang-undang untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Kalau pun pemerintah dalam hal ini dianggap lalai? Nanti ada pertanggung jawabannya di pengadilan Allah Ta’ala.

Bukan kewenangan kita untuk menghakiminya. Kita doakan semoga Allah melimpahkan taufik dan hidayahnya kepada para pemimpin kita. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan perlindungan. (*)

Oleh: Asep Saepudin

  • Sekretaris Pusat Kajian Gender-Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Visi Nusantara,
  • Ketua Bidang Dakwah dan Kajian Keagamaan Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat