Covid-19 dan Rekayasa Sosial Keluarga

0
41
Ilustrasi Corona
Ilustrasi Corona
Ilustrasi Corona
Ilustrasi Corona

RADAR BOGOR, Sudah hampir empat bulan lama kita semua berperang melawan pademik covid-19, ada harapan optimis dan pesimis yang muncul silih berganti jika kita membaca data pasien covid-19 yang diterbitkan pemerintah, berbagai upaya dilakukan untuk menekan laju penyebaran covid-19, mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan kita akan memasuki tahap pembatasan dengan istilah New Normal (NN).

Program PSBB yang bertujuan membatasi gerak sosial masyarakat sudah berlangsung sekitar 2 bulan dengan hasil yang cukup baik, tergambar dari langit kota Jakarta menjadi lebih biru dan tingkat polusi turun drastis.

Jika lalu pada saat menjelang lebaran situasi di area pusat-pusat perbelanjan tradisional menjadi sangat ramai, jangan dijadikan alasan menilai bahwa Program PSBB telah gagal, seharusnya kita dapat lebih memaklumi mengingat adat budaya persiapan lebaran yang sudah melekat puluhan tahun tidak akan dengan himbauan dan sanksi yang toleran dalam waktu dua bulan dapat berubah 100%.

Belum lagi program bantuan kepada keluarga yang terdampak covid-19 selama PSBB, ada yang belum dapat, belum terdaftar, salah sasaran, paket bantuan yang diterima berkurang dan berbagai persoalan yang timbul mengingat semua persiapan dilakukan dalam waktu yang singkat.

Melihat bervariasinya dinamika tersebut di atas, bagaimana cara mengurangi kendala dalam menjabarkan dan menjalankan program pembatasan sosial New Normal (NN). Sosialisasi program NN harus dapat masuk dan diterima oleh semua warga, penyuluhan secara masif harus terus dilakukan dengan menggunakan semua media yang tersedia. Peran media massa menjadi penting disaat seperti ini, sebagai sarana sosialisasi program.

Sosialisasi melalui media massa adalah komunikasi yang bersifat pasif, artinya informasi sosialisasi hanya akan dapat sampai kepada warga jika dan hanya jika warga membaca, melihat dan atau mendengarkan informasi sosialisasi yang disampaikan oleh media massa.

Karena termasuk komunikasi yang bersifat pasif, warga tidak dapat “dipaksa” untuk membaca, melihat dan atau mendengarkan informasi sosialisasi yang disampaikan. Padahal saat ini dibutuhkan sampaian informasi sosialisasi covid-19 dan NN yang cepat, tepat dan warga menerima informasi sosialisasi tersebut.

Momen lebaran belum selesai, banyak warga kota yang berhasil lolos mudik untuk berlebaran di kampung halaman, kini saatnya mereka akan kembali ke kota untuk meneruskan perjuangna hidup mereka dengan kembali bekerja mencari nafkah.

Sudah menjadi tradisi atau kebiasaan yang terjadi selama ini, mudik satu orang kembali berempat, situasi ini perlu menjadi perhatian dan kewaspadaan kita semua, bukan hanya TNI, Polri dan jajaran aparat pemerintah.

Meningkatkan perhatian dan kewaspadaan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian tanggungjawab kita semua, keluarga sebagai bagian terkecil dari sistem masyarakat dapat diberdayakan dengan lebih maksimal. Kata kuncinya adalah Ketahanan Keluarga.

Visi kota bogor 2019-2024, adalah mewujudkan kota ramah keluarga, dengan misi mewujudkan kota yang sehat, cerdas dan sejahtera. Melihat visi dan misi kota bogor terlihat sekali peran membangun ketahanan keluarga menjadi langkah utama untuk mencapai Visi kota Bogor, karena visi kota bogor hanya dapat tercapai dengan membangun ketahanan keluarga yang tanggung lahir dan batin.

Untuk mencapai Visi-nya, kota bogor telah menerbitkan Perda No.1 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga yang tidak terlepas dari Undang-Undang No.52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang dirangkum dalam Peraturan Presiden No.153 tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan.

Undang-undang dan Peraturan Presiden tersebut mempunyai tujuan pembangunan ketahanan keluarga, dimana pembangunan ketahanan keluarga merupakan ladasan utama untuk mewujudkan visi kota bogor, sebagai kota ramah keluarga.

Rekayasa sosial keluarga diartikan sebagai bentuk campur tangan melalui individu anggota keluarga dalam bentuk gerakan sosial dengan visi ideal tertentu yang sebenarnya dimaksudkan untuk membentuk suatu perubahan sosial dalam masyarakat.

Dengan kata lain, bahwa tujuan rekayasa sosial keluarga adalah untuk mengubah perilaku individu agar dapat membawa dampak pada perubahan tatanan sosial seperti visi yang diharapkan.

Rekayasa sosial tentunya tidak akan terjadi tanpa adanya upaya atau gerakan perubahan dan untuk melakukan gerakan perubahan dalam skala yang besar, gerakan perubahan wajib dilakukan melalui perubahan dari unsur yang paling kecil, yaitu individu, lalu keluarga dan ke unsur yang lebih besar, yaitu tatanan sosial masyarakat. Rekayasa sosial keluarga tertuang dalam Peraturan Presiden No.153 tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan yang meliputi empat aspek kehidupan keluarga:

1. Penataan struktur keluarga
2. Penguatan relasi sosial keluarga
3. Pengembangan transformasi sosial keluarga
4. Perluasan jaringan sosial keluarga

Rekayasa sosial keluarga dapat menjadi program yang sangat penting dijalankan sebagai salah satu upaya merubah perilaku masyarakat dalam upaya “berdamai” dengan Covid-19. Pelaksanaan rekayasa sosial keluarga sesuai dengan amanat UU No.52/2009 dan Perpres No.153/2014 dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dalam hal di kota Bogor ditangani oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana.

Pada dasarnya rekayasa sosial keluarga mencakup empat aspek kehidupan keluarga, yaitu: Penataan struktur keluarga, Penguatan relasi sosial keluarga, Pengembangan transformasi sosial keluarga dan Perluasan jaringan sosial keluarga. Keempat aspek kehidupan keluarga tersebut adalah modal dasar membangun ketahanan keluarga untuk mewujudkan visi kota bogor.

Sesuai dengan amanat UU No.52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang dirangkum dalam Perpres No.153/2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan, dalam melaksanakan tugasnya Dinas Daldul dan KB mempunyai jaring sebagai petugas penyuluh lapangan (PPL) sampai ketingkat keluarga.

Keberadaan PPL tersebut tidak terlepas dari peran dan tugas Dinas Dalduk dan KB sebagai fasilitator dari program Bina Keluarga Lansia, Bina Keluarga Remaja dan Bina Keluarga Balita, ditambah dengan pembinaan Kampung KB.

Selain itu Dinas Dalduk dan KB juga sebagai pelaksana proram KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi), termasuk mengendalikan program GENRE (Generasi Remaja) untuk peyuluhan berkenaan dengan Keluarga Berencana. Dengan tugas pokok yang diembannya, saat ini Dinas Dalduk dan KB wajib bertransformasi dari Program Dua Anak Cukup, menjadi Pengendali Pembangunan Ketahanan Keluarga.

Dinas Dalduk dan KB dengan jaring PPL yang dimiliki dan proprogram-program yang langsung bersentuhan dengan keluarga, dapat diberdayakan secara maksimal sebagai media informasi sosialisasi Covid-19 dan Program New Normal.

Ditambah dengan program GENRE yang melibatkan remaja sebagai targetnya, dimana kota bogor memiliki lebih dari 300.000 remaja (usia 15-26), sebuah komuninas besar yang dapat diberdayakan dalam menyampaikan informasi sosialisasi tersebut.

Sosialisasi Covid-19 dan Program New Normal yang disampaikan langsung dapat menjadi filter pergerakan warga lokal maupun pendatang baru. Komunikasi antar keluarga dengan fasilitator PPL Dinas Daldukl dapat memberikan pemahaman agar keluarga dalam satu komunitas rukun tetangga dapat saling menjaga agar tercipta ketahanan keluarga dari empat aspek kehidupan keluarga, untuk saat ini terutama melindungi keluarga dan lingkungan dari pademik covid-19 dan tata cara perilaku baru dalam kondisi New Normal.

Mahendra Kusumaputra
Penulis adalah Peneliti pada:
Pusat Kajian Resolusi Konflik CARE LPPM-IPB dan
Institut Kewarganegaraan Indonesia