JAKARTA-RADAR BOGOR, Penelitian Universitas Airlangga bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memunculkan harapan baru untuk penanganan Covid-19.
Kerja sama itu menemukan lima kombinasi regimen obat dan dua metode stem cell. Hasil penelitian menunjukkan, obat-obat tersebut mampu mengeliminasi virus korona dari pasien. Lima obat itu selama ini sudah ada di pasaran.
”Indikasinya kemudian diperluas menjadi obat yang mempunyai efek sebagai antiviral dari SARS-CoV-2,” kata Ketua Litbang Stem Cell Unair Dr dr Purwati SpPD K-PTI FINASIM dalam paparan di kantor Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC) kemarin (12/6).
Obat-obat yang dikombinasikan adalah lopinavir/ritonavir dengan azithromicyn, lopinavir/ritonavir dengan doxycycline, lopinavir/ritonavir dengan clarithromycin, hydroxychloroquine dengan azithromycin, dan hydroxychloroquine dengan doxycycline.
Lopinavir/ritonavir asalnya merupakan obat untuk membantu penanganan infeksi HIV. Kemudian, doxycycline adalah obat untuk penyakit akibat infeksi bakteri, sedangkan azithromycin digunakan untuk mengobati infeksi bakteri di organ tubuh. Clarithromycin digunakan untuk mengobati infeksi bakteri di saluran napas. Sedangkan hydroxychloroquine merupakan obat antimalaria.
Obat kombinasi dipilih karena punya potensi dan efektivitas yang bagus terhadap daya bunuh virus. Karena kombinasi, dosis yang diambil dari tiap-tiap obat menjadi lebih kecil. Bisa seperlima atau sepertiga dari dosis tunggal. ”Sehingga sangat mengurangi toksisitas obat tersebut di dalam sel tubuh yang sehat,” lanjut Purwati.
Lima jenis obat itu dipilih dari 14 regimen obat yang diteliti. Kemampuannya diteliti bertahap, mulai 24, 48, hingga 72 jam. Hasilnya, virus yang tadinya berjumlah ratusan ribu menjadi tidak terdeteksi.
Dengan kemampuan mengeliminasi sampai virus tidak lagi terdeteksi, regimen obat tersebut diharapkan mampu memutus mata rantai penularan Covid-19. Menumbuhkan pula harapan agar semakin banyak kasus positif Covid-19 yang sembuh.
Obat yang digunakan sudah tersedia di pasaran. Alasan utamanya, obat-obat itu sudah melalui berbagai macam uji sebelum mendapat izin edar dari BPOM. Saat pandemi, dibutuhkan sesuatu yang bisa tersedia dengan cepat, tapi tetap dipertimbangkan efek dan keamanannya bagi pasien.
Pihaknya juga meneliti terapi stem cell. Ada dua jenis stem cell yang dipakai, natural killer cells dan hematopoietic stem cell. Didapati dalam 24 dan 72 jam, keduanya mampu menginaktivasi virus dalam jumlah yang cukup signifikan. ”Kurang lebih 80–90 persennya,” ujar Purwati.
Sel untuk terapi diambil dari darah dengan pembiakan. Selama empat hari pembiakan untuk hematopoietic dan 7–14 hari pembiakan untuk natural killer cells. Hasil penelitian itu sudah didiseminasi dan Unair telah menerbitkan tujuh jurnal terkait penelitian tersebut.
Selain di Jakarta, obat itu kemarin diperkenalkan di Surabaya. Hasil riset tersebut di-pre launching di gedung rektorat Unair. Rektor Unair Prof Mohammad Nasih mengatakan, tim peneliti Unair menemukan perkembangan dalam upaya mempercepat pencegahan Covid-19.
”Kalau untuk menemukan obat baru butuh jangka waktu panjang. Karena situasinya saat ini darurat, yang bisa dilakukan ialah mendapatkan obat yang relatif efektif untuk mencegah masuknya virus dan menghentikan perkembangbiakan virus,” terangnya.
Sementara itu, dari 1.500 rumah sakit (RS) se-Indonesia yang memiliki layanan Covid-19, sebanyak 600 sudah dibayarkan klaimnya oleh Kementerian Kesehatan. Pembayaran dilakukan bertahap. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo menyatakan, 80 persen dari 600 RS itu yang klaimnya telah dilunasi. Sisanya masih berupa uang muka.
Bambang mengatakan, tidak ada kendala berarti. Termasuk verifikasi klaimnya. ”Proses verifikasinya cukup baik, hanya tiga sampai lima hari dari target tujuh hari,” ujarnya. Setelah dilakukan verifikasi, dibayarkan uang muka. Maksimal pada hari ketiga setelah verifikasi.
Menurut data klaim, rata-rata pasien menghabiskan dana hingga Rp 50 juta. ”Memang bervariasi, bergantung lama rawatnya,” ucap Bambang. Umumnya delapan hari. Pada kasus-kasus tertentu ada yang mencapai 38 hari. ”Yang membuat mahal adalah biaya APD (alat pelindung diri, Red),” imbuhnya.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengingatkan RS bahwa masa kedaluwarsa klaim adalah tiga bulan setelah status pandemi Covid-19 dicabut pemerintah. Untuk itu, diharapkan RS dapat menyiapkan berkas yang diperlukan dengan lengkap agar proses pengajuan klaim berjalan lancar. ”Berkas-berkas pendukung verifikasi ini harus diajukan dalam bentuk softfile melalui aplikasi e-Claim INA CBGs,” ujar Iqbal.
Kriteria pasien yang dapat diklaim biaya perawatannya adalah pasien yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19, pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang dalam pemantauan (ODP) yang berusia di atas 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta. ODP usia kurang dari 60 tahun juga diperkenankan. Tapi harus yang memiliki penyakit penyerta.
Jumlah Kematian Jatim Lampaui Jakarta
Jumlah kasus positif di Jatim memang lebih sedikit daripada Jakarta. Namun, angka kematian pasien Covid-19 di Jatim justru menyalip ibu kota. Hingga pukul 19.00 tadi malam, kasus positif di Jatim sebanyak 7.416 pasien. Di Jakarta ada 8.628 pasien. Namun, jumlah pasien yang meninggal di Jatim mencapai 588 orang, sedangkan di Jakarta hanya 561 orang.
Berdasar data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC-19), Jatim mencatatkan pertumbuhan kasus positif tertinggi dengan 318 kasus baru. Jauh melebihi Jakarta dengan pertumbuhan 93 kasus.
’’Kalau kemudian kita lihat sebarannya, angka ini didominasi pertambahan kasus di Provinsi Jawa Timur. Namun, pada saat yang bersamaan juga dilaporkan bahwa yang sembuh adalah 72 orang, kemudian DKI Jakarta 93 kasus baru dan 120 orang sembuh,’’ jelas Yuri.
Menurut Yuri, pasien sembuh lebih banyak dilaporkan beberapa daerah daripada kasus positif di berbagai daerah. ’’Beberapa provinsi dengan kasus yang lebih banyak sembuh dibanding kasus positif,’’ katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Rumpun Tracing Jatim dr Kohar Santoso menilai, tingginya angka kematian itu disebabkan penanganan yang terlambat. Saat ini Tim Gugus Tugas Pemprov Jatim sedang menggelar tes masal. Dengan begitu, pasien yang terkonfirmasi positif bisa ditangani lebih awal.
Berbeda dengan sebelumnya, banyak pasien positif yang kondisinya parah. Akibatnya, penanganan harus ekstra. Risiko kematiannya sangat tinggi. ’’Harapannya, ke depan pasien seperti itu tidak ada lagi,’’ ucapnya.
Perkembangan terkini, pasien positif didominasi dengan gejala sedang hingga ringan. Bahkan, orang tanpa gejala (OTG) mulai mendominasi jumlah pasien positif. Penanganan mereka lebih mudah. Sebab, kondisi fisik mereka relatif lebih bagus. ’’Risiko kematian juga rendah,’’ ucapnya.
Kohar juga mengatakan, banyak pasien positif dengan penyakit penyerta (komorbid). Penyakit tersebut mengganggu proses penyembuhan. Bisa jadi, risiko kematian pasien menjadi tinggi.