Berikut Protokol Pendakian New Normal Menurut Federasi Mountaineering

0
33
Ilustrasi Pendaki Gunung Rinjani.
Ilustrasi Pendaki Gunung Rinjani.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Bulan Juni Indonesia mulai masuk masa transisi menuju New Normal, tak terkecuali untuk pendakian. Berikut protokolnya menurut Federasi Mountaineering Indonesia.

Bagi traveler pecinta gunung, tentu sudah tak sabar untuk kembali mendaki di masa transisi ini. Sambil menunggu sejumlah taman nasional dibuka, tentu tak ada salahnya kalau kamu juga mengetahui perihal protokol kesehatan pendakian baru di era New Normal.

Salah satu yang peduli terkait kegiatan pendakian di masa transisi adalah dari Pengurus Besar (PB) Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) yang menjadi wadah pecinta kegiatan mendaki.

Lewat press release yang diterima detikcom, Ketua Harian Pengurus Besar (PB) Federasi Mountaineering Indonesia (FMI), Rahmat Abas, menyatakan soal kondisi New Normal di sektor pendakian.

“Pandemi COVID-19 dengan penularan yang begitu cepat, tentu berimbas juga pada aktivitas mendaki gunung. Menyikapi kondisi ini pendaki gunung dan pengelola kawasan pendakian harus ekstra hati-hati dalam hal memastikan aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan terkait aktivitas mendaki gunungnya,” kata Abas.

Hal tersebut dikatakan Abas, berkaitan dengan di tengah gaung New Normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang semakin menggema, di tengah situasi pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Khususnya, jika sewaktu-waktu aktivitas pendakian gunung kembali dibuka dalam waktu dekat.

Sebagaimana diketahui, hingga kini, sudah tiga bulan berbagai destinasi wisata alam termasuk pendakian gunung ditutup dari aktivitas kunjungan wisata. Guna mencegah penyebaran COVID-19.

Menurut Abas, berkenaan pandemi COVID-19, kalau mau diambil hikmahnya, sebenarnya adalah momentum yang tepat bagi pendaki gunung untuk sejenak memikirkan dan merenung secara jernih terkait aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan kegiatan mendaki gunung.

“Keterbatasan dalam aktivitas mendaki gunung pada saat ini (misalnya karena gunung ditutup, pembatasan pergerakan orang, pencegahan penularan COVID-19 dan lain-lain), seharusnya membuat pendaki gunung dapat berfikir kembali, untuk dapat melakukan kegiatan mendaki gunung yang sehat, selamat dan aman,” kata Abas.

Sebagai pendaki gunung, tentu tetap ingin mendaki. Namun, di sisi lain, pengelola kawasan, tentunya juga ingin terjamin kesehatan, keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan kegiatan pendakian gunung.

Menurut pria asal Nusa Tenggara Barat, yang kini bermukim di Kota Bogor, Jawa Barat, kedua sisi ini harus dapat dipertemukan untuk mencapai win-win solution. Solusi yang efektif, tentu adalah adanya suatu panduan atau protokol mendaki gunung yang sehat (bersih), aman dan menjamin keselamatan seluruh pihak terkait.

Dengan kata lain, bahwa sangat penting adanya panduan atau protokol yang bersifat ‘khusus’, yang mengatur aktivitas mendaki gunung di masa pandemi COVID-19.

Di mana nantinya, protokol tersebut, dapat dijadikan acuan bagi pendaki gunung, pengelola kawasan maupun stakeholder lain yang terkait dengan aktivitas mendaki gunung, seperti: masyarakat sekitar gunung, gugus tugas COVID-19, BASARNAS – terkait pertolongan dan pencarian jika ada kasus pendaki hilang dan lain-lain.

Untuk itu, FMI, selaku organisasi masyarakat yang mewadahi pendaki gunung, memiliki kewajiban dan tanggungjawab moral untuk menjamin kesehatan, keselamatan, dan keamanan pendaki gunung, pengelola kawasan dan pihak terkait lainnya. Dengan cara merumuskan ‘Panduan Protokol Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Penyelenggaraan Pendakian Gunung ‘New Normal’ pada Masa Pandemi COVID-19′.

“Dalam penyusunan ‘Protokol Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan Penyelenggaraan Pendakian Gunung pada Masa Pandemi COVID-19’, kami juga mengadopsi dari beberapa referensi terkait. Seperti: Protocol World Health Organization (WHO) terkait COVID-19, Protocol Health and Safety Executive www. hse.gov.uk, Occupational Safety and Health Administration dan Surat Edaran FPTI no. 0528/SKP/PP-NAS/V/2020,” kata Abas.

Mengenai gambaran singkat protokol yang telah disiapkan oleh FMI, menurut Abas, isinya, pada intinya, mengatur kegiatan mendaki gunung yang bersih atau sehat dan aman serta menjamin keselamatan, yang meliputi:

– Hal-hal apa yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh pendaki gunung
– Hal-hal apa yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh pengelola kawasan gunung dan pegunungan
– Hal-hal apa yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh pihak terkait.

Jadi, tetap mengacu pada SOP pencegahan penyebaran COVID-19: mencegah terjadinya kerumunan, cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan hands sanitizer, jaga jarak atau physical distancing serta penggunaan masker sesuai kebutuhan sehingga aktivitas mendaki gunung tetap dapat berjalan efektif, efisien, sehat dan aman.

Selain sebagai bentuk tanggungjawab moral, penyusunan protokol ini, juga merupakan bagian dari tindak lanjut Nota Kesepahaman yang telah dilakukan antara FMI dengan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang disepakati sejak bulan September tahun 2019.

“Selanjutnya, dengan sudut pandang serupa, penyusunan protokol juga merupakan elaborasi dan adaptasi dari SNI 8748:2019 tentang Pengelolaan Pendakian Gunung yang mengadaptasi SNI pada saat kondisi pandemi COVID-19,” kata Abas.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, FMI dapat berfungsi sebagai mitra pengelola. Misalnya, di Taman Nasional, Taman Wisata Alam atau kawasan konservasi lainnya, dalam kegiatan sosialisasi kepada pendaki gunung maupun dalam pengawasan dan evaluasi protokol tersebut

Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) berharap, agar pendaki gunung dan pengelola serta pihak terkait dapat mematuhi dan melaksanakan ‘Protokol Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Pendakian Gunung di Masa Pandemi COVID-19’, agar dapat mengendalikan dan mengurangi risiko penyebaran COVID-19 pada aktivitas mendaki gunung serta mencegah timbulnya gelombang baru. (dtk/ysp)