JAKARTA-RADAR BOGOR, Gugus Tugas Nasional mengantisipasi penularan virus Covid-19 yang disebabkan kepadatan penumpang di fasilitas kendaraan umum pada hari kerja.
Jaga jarak menjadi tantangan para pekerja, khususnya di wilayah Jabodetabek, yang bergerak bersama-sama pada jam sibuk jelang bekerja.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 atau Gugus Tugas Nasional menyikapi situasi kepadatan dan jaga jarak atau physical distancing dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020. SE ini mengatur tentang jam kerja pada masa PSBB transisi di wilayah Jabodetabek.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa berdasarkan data satu moda transportasi, seperti communter line atau KRL, lebih dari 75 persen penumpangnya merupakan pekerja, baik ASN, BUMN, maupun swasta.
“Kalau kita perhatikan detail pergerakannya, hampir 45 persen mereka bergerak bersama-sama di sekitar jam 5.30 sampai 6.30,” ujar pria yang akrab disapa Yuri itu saat melakukan konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, pada Minggu (14/6/2020).
Yuri mengatakan bahwa kondisi tersebut berisiko ketika para pekerja berangkat secara bersamaan pada jam yang hampir sama, menuju ke tempat kerja. Ini yang menjadi salah satu dasar, Gugus Tugas Nasional mengeluarkan SE 8/2020.
SE tersebut mengatur dimulainya bekerja, yang diharapkan dapat berimplikasi pada akhir hari jam kerja. Untuk gelombang pertama, pihaknya berharap, bahwa seluruh institusi yang mempekerjakan ASN, BUMN, maupun swasta, akan menggunakan dua tahapan atau gelombang.
Gelombang pertama, dimulainya jam kerja antara pukul 07.00 WIB sampai 07.30 WIB. Jika 8 jam kerja, maka diharapkan pekerja akan mengakhiri pekerjaannya pada pukul 15.00 WIB atau 15.30 WIB.
Sementara gelombang kedua, jam kerja dimulai antara pukul 10.00 WIB sampai 10.30 WIB. Sehingga diharapkan pekerja akan mengakhiri jam kerja mereka antara 18.00 WIB sampai 18.30 WIB.
“Upaya ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara kapasitas moda transportasi umum dengan jumlah penumpang,” imbuhnya.
Hal itu bertujuan agar protokol kesehatan, khususnya terkait dengan physical distancing, betul-betul bisa dijamin. Yuri menyampaikan terkait pegawai berisiko tinggi terpapar dan berdampak buruk dapat diberikan kebijakan untuk bekerja di rumah.
Mereka ini antara lain yakni pekerja yang memiliki penyakit komorbid, seperti hipertensi, diabetes ataupun kelainan penyakit paru obstruksi menahun. “Ini penting, karena kelompok-kelompok inilah yang rentan,” jelasnya.
Pegawai yang masuk dalam kelompok usia lanjut juga diharapkan dapat bekerja di rumah. SE 8/2020 mulai berlaku pada hari ini, Senin (15/6/2020).
“Keseimbangan ini harus kita laksanakan dan kita membutuhkan kerjasama, dan partisipasi semuanya,” pungkasnya. (jpg)