JAKARTA-RADAR BOGOR, Mulai hari ini (15/6) jam kerja pegawai di wilayah Jabodetabek dibagi dalam dua gelombang atau sif. Kebijakan tersebut diambil untuk mendukung pelaksanaan protokol kesehatan, terutama dalam angkutan transportasi, di masa kenormalan baru.
Jubir Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC) Achmad Yurianto mengungkapkan, setiap hari banyak pegawai yang harus berdesak-desakan di fasilitas transportasi umum.
Baik aparatur sipil negara (ASN), BUMN, maupun swasta. Kondisi itu menyulitkan penerapan prosedur jaga jarak.
”Dari data satu macam transportasi saja, yakni KRL, lebih dari 75 persen penumpang ada para ASN, BUMN, maupun swasta. Tentu membuat pelaksanaan physical distancing sulit terwujud,” jelas Yuri kemarin (14/6).
Dalam kondisi normal, kata dia, 45 persen dari para pekerja tersebut bergerak bersama-sama dari tempat tinggal menuju tempat kerja pada pukul 05.30 hingga 06.30 WIB. Sebaliknya, saat pulang, pukul 17.30 hingga 18.30 WIB.
Nah, untuk beradaptasi pada situasi kepadatan dan jaga jarak atau physical distancing, GTPPC mengeluarkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020. Yakni, tentang pengaturan jam kerja pada masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Surat edaran tersebut mengatur dua sif jam kerja. Harapannya, kebijakan itu dapat berimplikasi pada akhir hari jam kerja. ”Gelombang pertama akan memulai pekerjaan mulai 07.00 sampai 07.30 WIB. Diharapkan, dengan 8 jam kerja, akan mengakhiri pekerjaannya di 15.00 atau 15.30,” jelas Yuri.
Sedangkan untuk gelombang kedua, diharapkan mulai bekerja pukul 10.00 hingga 10.30. Dengan begitu, pegawai akan mengakhiri jam kerja pada 18.00 dan 18.30. Upaya itu bertujuan mencapai keseimbangan antara kapasitas moda transportasi umum dengan jumlah penumpang.
Pemerintah berharap hal itu dipatuhi pembuat kebijakan dan pemberi kerja di lembaga pemerintah, BUMN, maupun swasta. Meski demikian, kata Yuri, pemerintah juga berharap pembagian itu tidak akan menghilangkan kebijakan yang sudah diberikan semua institusi.
Yakni, tetap memberikan opsi bekerja dari rumah untuk pegawainya yang memiliki risiko tinggi terpapar dan berdampak buruk kepada yang bersangkutan dari Covid-19.
”Khususnya bagi mereka yang memiliki penyakit-penyakit komorbiditas penyerta seperti hipertensi, diabetes, ataupun kelainan penyakit paru obstruksi menahun.
Ini penting karena kelompok-kelompok inilah yang rentan,” terang Yuri. Hal itu juga berlaku bagi pegawai yang masuk dalam kelompok usia lanjut. Mereka diharapkan dapat bekerja di rumah.
Sementara itu, ketentuan jam kerja pegawai di masa new normal sudah diterapkan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kepala BKN Bima Arya Wibisana mengeluarkan surat edaran tentang keterwakilan pegawai di kantor untuk pegawai.
Dalam surat edaran tersebut, kehadiran pegawai di kantor dibuat bergantian. Maksimal kehadiran pegawai di kantor BKN adalah 50 persen atau separo.
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN Paryono mengatakan, surat edaran itu diharapkan menjadi pedoman bagi setiap unit kerja. Unit kerja masing-masing dapat mengidentifikasi jenis pekerjaan mana yang bisa dilakukan dari rumah atau harus dari kantor. ’’Ketentuan ini berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik yang terus berjalan di BKN,’’ katanya kemarin.
SE yang berlaku sejak 5 Juni itu juga memberikan panduan bagi pegawai untuk menjalankan pelayanan publik. Termasuk soal penetapan komposisi kehadiran, penilaian kinerja, dan disiplin pegawai di dalam tatanan kenormalan baru.
Di dalam edaran itu, pimpinan tinggi pratama diminta untuk menetapkan keterwakilan jumlah dan nama pegawai setiap bulan. Kemudian, menyusun sistem kerja sesuai dengan panduan yang sudah ditetapkan.
SE menetapkan keterwakilan pegawai di setiap unit kerja minimal 10 persen dan maksimal 50 persen. Sebaliknya, jumlah pegawai yang bekerja dari rumah minimal 50 persen dan maksimal 90 persen. ’’Bagi pegawai yang bekerja di rumah diwajibkan hadir ke kantor apabila diperlukan,’’ kata dia.
Kehadiran pegawai di kantor juga untuk menyampaikan pelaporan hasil kerja setiap hari. Selain itu, terdapat ketentuan larangan bepergian ke luar daerah bagi pegawai yang bekerja di rumah.
Pegawai yang bekerja di kantor maupun di rumah wajib melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan melalui aplikasi e-Kinerja. Kemudian, untuk jam kerja efektif bagi pegawai yang bekerja di kantor dibatasi lima jam kerja sesuai peraturan Menteri PAN-RB.
Pegawai diberi batas waktu presensi masuk sampai pukul 10.00 WIB. Kemudian, presensi pulang paling lama pukul 18.00 WIB. Pegawai yang kebagian bekerja di rumah tetap menggunakan ketentuan jam kerja normal, yakni 7,5 jam setiap hari.
Perkembangan Kasus Covid-19
Per kemarin (14/6) total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 menjadi 38.277. Angka itu didapat setelah ada penambahan kasus baru sebanyak 857 orang. ”Penambahan kasus tertinggi masih dari Jawa Timur,” jelas Yuri.
Kemudian, pasien sembuh menjadi 14.531 setelah ada penambahan 755 orang. Sedangkan kasus meninggal menjadi 2.134 dengan penambahan 43 orang.
Menurut Yuri, angka itu tidak tersebar merata di seluruh Indonesia. Ada beberapa wilayah yang memiliki kasus penambahan dengan jumlah tinggi, tetapi ada beberapa yang tidak melaporkan adanya penambahan kasus positif.
”Kalau kita perhatikan dari data yang kita miliki, peningkatan tertinggi di Jawa Timur dengan penambahan 196 orang dan ada laporan sembuh 75 orang. Kemudian, Sulawesi Selatan 133 orang konfirmasi positif kasus baru dan 36 sembuh,” papar Yuri.
DKI Jakarta mencatatkan 117 kasus konfirmasi baru. Di sisi lain, juga melaporkan 249 orang sembuh. Jawa Tengah dengan 113 pasien konfirmasi positif yang baru dan 20 kasus sembuh serta Kalimantan Selatan 70 kasus baru dan 30 pasien yang sembuh.
Sementara itu, data provinsi lima besar dengan kasus positif terbanyak secara kumulatif adalah DKI Jakarta 8.978 orang, Jawa Timur (7.793), Sulawesi Selatan (2.840), Jawa Barat (2.604), dan Jawa Tengah (2.059).
Selesaikan Dulu Masalah di Hilir
Setelah pemerintah mengendurkan aktivitas di tengah pandemi Covid-19, banyak orang yang cenderung beralih ke transportasi pribadi. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyatakan, rencana pemerintah menerapkan tatanan normal baru (new normal) membuat kebiasaan baru pula dalam hal mobilitas warga. Sebab, masyarakat tak hanya mengejar kecepatan, tapi juga kesehatan dalam kendaraan.
”Mobilitas bukan hanya tanggung jawab Kementerian Perhubungan (Kemenhub, Red),” tutur Djoko kemarin. Saat ini, tambah dia, penanganan mobilitas warga baru sebatas di hilir. Misalnya soal kebijakan yang mengatur batasan kapasitas penumpang transportasi umum. Kebijakan mobilitas yang diterapkan seolah hanya mengatur kapasitas dan jumlah moda transportasi.
Djoko menegaskan, kebijakan mobilitas saat pandemi belum sampai mengatasi masalah hulu. Misalnya soal pembagian sif kerja. Pembagian sif kerja akan memudahkan pengaturan mobilitas dan kerumunan masyarakat.
”Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dapat meminta Kementerian PAN-RB mengatur pola kerja aparatur sipil negara (ASN), Kementerian BUMN mengatur pola kerja pegawai BUMN, dan Kementerian Ketenagakerjaan mengatur pola kerja karyawan swasta,” bebernya.
Djoko juga mengatakan, pandemi korona mengakibatkan semua industri transportasi babak belur. Saat ini Trans Jakarta, KRL Jabodetabek, MRT Jakarta, LRT Jakarta, dan transportasi lain mengalami penurunan jumlah penumpang yang luar biasa besar.
”Sehubungan dengan ini, perlu kiranya agar dana buy the service yang seperti digagas Ditjen Perhubungan Darat dapat ditransfer menjadi dana jaring sosial industri transportasi agar tidak ada PHK masal,” tuturnya.
Untuk membantu pengusaha transportasi umum, lanjut Djoko, dapat dilakukan kerja sama dengan kalangan industri yang memiliki banyak pegawai. Skemanya, pengusaha transportasi umum diminta mengangkut para karyawan menuju kantor atau pabrik masing-masing.
Pemilik industri dapat mengalihkan tunjangan transportasi pekerja untuk digunakan sewa bus. ”Pekerja yang biasanya naik motor dan memenuhi ruang parkir bisa dialihkan naik bus umum,” ucapnya.
Pada 9 Juni lalu Kemenhub telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020. Aturan itu merevisi Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Covid-19 juga menerbitkan Surat Edaran 7/2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa pengendalian transportasi menitikberatkan pada aspek kesehatan. Permenhub tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan terbitnya surat edaran direktur jenderal di Kemenhub.
Surat edaran itu secara garis besar mengatur kapasitas penumpang dan persyaratan masyarakat menggunakan moda transportasi. Penumpang angkutan umum dan kendaraan pribadi serta operator sarana dan prasarana transportasi wajib menerapkan protokol kesehatan.
Di sisi lain, belum ada aturan terkait jam kerja sehingga di beberapa wilayah terjadi penumpukan penumpang akibat kapasitas kendaraan umum yang dibatasi.(jpc)