Kartu Prakerja, KPK: Berpotensi Fiktif dan Rugikan Keuangan Negara

0
39
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Ricardo/JPNN.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Ricardo/JPNN.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Ricardo/JPNN.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Ricardo/JPNN.com

JAKARTA-RADAR BOGOR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan metode pelaksanaan program pelatihan program Kartu Prakerja berpotensi merugikan negara. Hal ini diketahui setelah lembaga antirasuah melakukan kajian terkait dengan Kartu Prakerja.

“Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (18/6).

Alex menuturkan, konflik kepentingan tersebut salah satunya terkait unsur lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan. Namun, Alex tak menjelaskan rinci konflik kepentingan yang dimaksud.

“Kerja sama dengan 8 (delapan) platform digital tidak melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ),” ujar Alex.

Alex menjelaskan, hanya ada 143 ribu orang yang melakukan proses pendaftaran kartu prakerja secara daring. Sedangkan 9,4 juta orang yang mendaftar dalam tiga gelombang bukan target yang disasar pada program bantuan ini.

Bahkan, Alex menyebut penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar tidak efisien. Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai.

Alex berujar, program Kartu Prakerja disusun untuk kondisi normal sesuai Perpres Nomor 36 Tahun 2020. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, program ini semi bantuan sosial.

Anggaran yang dialokasikan tak tanggung-tanggung, sebesar Rp 20 triliun dengan target peserta 5,6 juta orang. Komposisi nilai total insentif pasca pelatihan yaitu sebesar Rp2.400.000/orang dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp1 50.000/orang, lebih besar dari nilai bantuan pelatihannya itu sendiri yaitu sebesar Rp 1.000.000/orang.

Oleh karena itu, hasil kajian KPK menyatakan metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi tidak efektif dan merugikan keuangan negara. Karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.

“KPK meminta melakukan perbaikan tata kelola Program Kartu Prakerja berdasarkan rekomendasi dan masukan dari peserta rapat koordinasi,” harap Alex.

Menanggapi ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian memastikan, tidak ada kejanggalan dalam program Kartu Prakerja.

Namun, Donny menyebut, pemerintah akan mengevaluasi kembali terkait Kartu Prakerja tersebut. “Jadi saya kira temuan atau masukan itu menjadi bahan evaluasi kami,” jelas Donny.(jpc)