Dilonggarkan, Kini Mahasiswa Boleh Cicil UKT

0
27
Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA-RADAR BOGOR, Aturan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) kini lebih longgar. Mahasiswa bahkan boleh membayar UKT dengan cara mencicil sesuai kemampuan ekonomi keluarga.

Kebijakan tersebut dinaungi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020. Tujuannya adalah membantu mahasiswa yang ekonomi keluarganya terpuruk akibat pandemi Covid-19. Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan, permendikbud itu mengizinkan perguruan tinggi melakukan penyesuaian UKT.

Ada beberapa jenis keringanan bagi mahasiswa yang terdampak Covid-19.

Di antaranya, mahasiswa dapat mengajukan cicilan UKT bebas bunga. Pembayarannya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. Mahasiswa juga bisa menunda pembayaran UKT.

Jadwal pembayaran disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. Selain itu, mahasiswa boleh meminta penurunan biaya UKT yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. Mahasiswa juga boleh mengajukan beasiswa kartu Indonesia pintar kuliah.

Terakhir, mahasiswa boleh mengajukan bantuan dana untuk jaringan internet dan pulsa. Yang terakhir itu harus berdasar pertimbangan perguruan tinggi negeri (PTN).

Aturan tersebut juga tidak mewajibkan mahasiswa yang sedang cuti kuliah untuk membayar UKT. Begitu pula untuk mahasiswa yang tidak mengambil beban studi sama sekali.

Contohnya, mereka yang sedang menunggu wisuda. Bagi mahasiswa di akhir kuliah yang mengambil kurang dari enam SKS, pembayaran UKT paling tinggi hanya 50 persen. Namun, disebutkan juga bahwa keringanan tersebut menjadi kewenangan rektor atau pemimpin perguruan tinggi.

Regulasi baru itu diterbitkan setelah Nadiem mendengar banyak keluhan dari mahasiswa dan rektor. Bahwa pandemi Covid-19 tidak hanya membuat kerugian dari segi kesehatan, tetapi juga perekonomian.

Bahkan, ada beberapa mahasiswa yang kesulitan untuk membayar uang kuliah. ”Pendidikan ini nomor satu. Jika tidak bisa melanjutkan kuliah lantaran biaya, akan memengaruhi kualitas masa depannya,” ujarnya.

Panduan untuk Pesantren

Kemenag juga mengeluarkan panduan pembelajaran di pesantren. Di dalam panduan tersebut, Kemenag tidak mengacu pada wilayah atau zona Covid-19. Plt Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin menuturkan, panduan pembelajaran di pesantren tidak berbasis pada kabupaten atau kota. ’’Tetapi (zona Covid-19, Red) lingkungan pesantren,’’ katanya kemarin (19/6).

Dengan demikian, status kabupaten yang merah, oranye, kuning, atau hijau tidak berpengaruh pada operasional pesantren. Namun, Kamaruddin menegaskan, pembukaan kembali pesantren harus mendapat izin dari pemerintah daerah (pemda) setempat. Izin itu harus mengatakan bahwa lingkungan pesantren aman dari Covid-19.

Kemenag merumuskan empat ketentuan utama dalam pembelajaran di pesantren. Selain harus mendapatkan surat izin dari pemda setempat, pesantren harus membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Kemudian, pesantren harus memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan.

Lalu, pimpinan, pengelola, pendidik, dan peserta didik atau santri harus dalam kondisi sehat. Ketentuan itu dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

Protokol atau ketentuan pembelajaran di pesantren di tengah wabah Covid-19 sebelumnya disampaikan Menag Fachrul Razi di DPR Kamis malam (18/6). Dia membagi pesantren menjadi tiga kelompok. Yakni, pesantren yang selama ini menjalankan pembelajaran tanpa libur atau memulangkan santrinya dan pesantren yang telah memulai pembelajaran.

Kemudian, pesantren yang meliburkan santri dan berencana menerima santri kembali. Lalu, kelompok pesantren yang memulangkan santri dan belum berencana menerima santri kembali. Pesantren kelompok itu menunggu kondisi wabah benar-benar aman.

Sementara itu, pesantren yang tidak pernah libur dan sudah menjalankan pembelajaran tatap muka diminta untuk koordinasi dengan pemda atau gugus tugas daerah setempat untuk memeriksa kondisi kesehatan santri. Jika ditemukan santri atau warga pesantren lain yang tidak sehat, segera diambil langkah pengamanan sesuai prosedur kesehatan.

Bagi pesantren yang akan menerima santri atau memulai pembelajaran tatap muka, harus dipastikan bahwa asrama atau lingkungan pesantren aman dari Covid-19. Pengamanan itu bisa dilakukan melalui koordinasi dengan pemda atau gugus tugas daerah masing-masing.

Apabila ketentuan aman dari Covid-19 dan protokol kesehatan tidak terpenuhi, pesantren atau pendidikan keagamaan tersebut tidak dapat menjalankan pembelajaran tatap muka. ’’(Jadi wajib, Red) mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19 dari gugus tugas atau pemda,’’ lanjut Kamaruddin.

Kemenag lantas mengatur ketentuan bagi pesantren yang belum menjalankan pembelajaran tatap muka. Di antaranya, pimpinan pesantren mengupayakan dengan optimal pelaksanaan pembelajaran jarak jauh berbasis online.

Kemudian, memberikan petunjuk kepada santri yang berada di rumah untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan saat pembelajaran tatap muka dimulai lagi.(JPC)