JAKARTA-RADAR BOGOR, Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) diajukan menjadi program legislasi nasional (prolegnas) sejak 2010.
Namun, sampai sekarang, RUU yang memberikan perlindungan bagi jutaan PRT Indonesia tersebut masih mangkrak. DPR melalui badan legislasi (baleg) pun kembali memasukannya menjadi prolegnas prioritas 2020.
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya menyatakan, RUU PRT sangat mendesak untuk segera dituntaskan. Seperti pekerjaan lainnya, PRT harus mendapat perlindungan kuat dari negara. ”Kami target tuntas tahun ini,” kata Willy kemarin (21/6).
Dia menjelaskan, sebagai pekerja sektor informal, umumnya hubungan kerja PRT tidak didasarkan pada kontrak tertulis. Akibatnya, mereka rentan mendapat perlakuan sewenang-wenang dari majikan atau pengguna jasanya.
Di sisi lain, gaji yang mereka terima juga masih rendah dan sering kali tidak mencapai upah minimum. Padahal, PRT memiliki beban dan jam kerja yang cenderung tidak terbatas.
”Karena mayoritas PRT adalah perempuan, mereka juga rentan dapat kekerasan hingga kekerasan seksual,” ujarnya.
RUU PRT akan mewajibkan kontrak tertulis antara PRT dan pihak pengguna jasa. Isinya mengatur upah minimum, waktu kerja, hingga jumlah anggota keluarga yang harus dilayani. Bukan hanya itu, RUU juga mengatur pemberian jaminan kesehatan, ketenagakerjaan, dan hak mendapatkan libur.
Regulasi itu juga memberikan hak bagi pekerja untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan melalui balai latihan kerja (BLK). ”Tujuannya, tidak ada lagi pelanggaran ekonomi, hak asasi, dan hukum atas PRT,” tutur legislator dari dapil Jatim XI (Madura) tersebut. (jpg)