Perlindungan Anak Selama Pandemi Masih Terabaikan, Ini Penjelasannya ..

0
38
Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi

 

Yusfitriadi
Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi

BOGOR – RADAR BOGOR, Tak dapat mungkiri, pandemi Covid-19 masih terus menghantui berbagai ruang kegiatan masyarakat.

Salah satu aspek krusial yang terdampak adalah tentang ruang sosial anak. Masalah tersebut, menjadi perhatian serius Pusat Kajian Gender, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PKG-P3A) dengan menyelenggarakan forum diskusi daring dengan tema “Pemenuhan Hak Dasar Anak di Tengah Wabah Pandemi Covid 19”.

Narasumber yang berbagi informasi dalam forum diskusi kali ini, KPAI Republik Indonesia Margaret Aliyatul Maimunah, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor Wawan Hikal Kurdi, Komisioner Bawaslu Kabupaten Bogor Burhanuddin, Direktur PKGP3A Imam Sunandar dan Aktivis Mahasiswa Milenial Nadia Husna Humaira.

Mengawali diskusi, Imam Sunandar mengungkapkan, Perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak dasar anak merupakan tanggung jawab bersama sesuai yang termaktub dalam UU no 35 tahun 2014, perubahan atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yakni Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan Anak.

“Dalam kondisi Pandemi Covid 19 ini, kebijakan pemerintah daerah masih belum maksimal terutama dalam pemenuhan hak-hak dasar anak, contoh perihal bantuan makanan khusus untuk anak, itu tidak diatur. Padahal, kebutuhan makanan anak dan orang dewasa itu berbeda. Di tambah lagi persoalan penanganan kasus anak terdampak covid 19  masih belum maksimal,” tutur Imam.

Ia mengapresiasi, langkah KPAI RI yang telah memberikan masukan kepada Presiden terkait dengan kebijakan pemerintah yang berpihak terhadap anak dalam memasuki era new normal.

“Di daerah juga harusnya ada lembaga pemerintah khusus yang menangani tentang anak, walaupun memang diawal tahun ini pemerintah telah melaksanakan proses seleksi calon Anggota Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), akan tetapi prosesnya tertunda karena ada wabah pandemi ini. Untuk itu saya mendorong Pemerintah daerah memerintahkan kepada tim seleksi untuk segera menuntaskan proses seleksi calon anggota KPAD di kabupaten Bogor karena persolan anak di kabupaten Bogor sangat penting untuk menjadi perhatian bersama,” paparnya.

Senada hal senada diungkapkan, Burhanuddin. Menurutnya, isu dan permasalahan anak di Kabupaten Bogor harus menjadi konsentrasi bersama dan penanganannya harus bisa dirumuskan secara tepat dan solutif berdasarkan faktualitas permasalahan yang terjadi.

Sedangkan, Wawan Hikal Kurdi memberikan perspektif dari sudut pandang legislator yang menurutnya, pemerintah telah hadir secara maksimal termasuk pada hal pemenuhan hak dasar anak.

“Pemerintah telah maksimal dalam penanganan persoalan anak, baik itu dukungan anggaran ataupun yang lainnya. Kami pun akan terbuka menerima masukan dari pihak manapun untuk sama-sama kita atasi persoalan anak di Kabupaten Bogor ini,” ungkap Wawan.

Dalam paparan yang lain, Margaret menjelaskan, dunia digital menjadi salah satu media dimana anak-anak semakin intens mengakses berbagai website di masa pandemi. Namun, aktivitas anak dalam mengakses internet misalnya, luput dari pengawasan orang tua.

Margaret menyampaikan bahwa media sosial menjadi salah satu pintu masuk racun sosial yang menyerang anak dengan cepat. Yang diserang adalah mental anak yang mendapatkan banyak hal yang tidak tepat untuk mereka terima.

“Kekerasan seksual bahkan sudah merambah pada dunia digital sampai pada live streaming. Orang tua sudah seharusnya mengontrol aktivitas anak dalam mengakses media sosial,” tutur Margaret.

Lebih lanjut Margaret juga berharap agar Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor bisa segera terbentuk mengingat tidak sedikit kasus yang ditemukan perihal kekerasan pada anak di Bogor.

Dari suara milenial, Nadia Hasna Humaira mengungkapkan bahwa hal yang urgen untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan potensi kejahatan pada anak adalah sex education.

Sementara itu, Nadia menegaskan, umumnya masyarakat Indonesia khususnya di Kabupaten Bogor, masih merasa tabu untuk mendiskusikan hal-ihwal seks. Padahal, menurutnya pendidikan seks seharusnya sudah bisa diedukasi kepada anak sejak pendidikan dasar.

Nadia menyebutkan Swiss sebagai negara dengan kurikulum pendidikan seks terbaik di dunia, adalah negara dengan angka kekerasan anak yang paling minim di dunia. Oleh sebab itu, Nadia mendorong kepada para pemangku kebijakan agar sex education bisa menjadi konten prioritas dalam kurikulum pendidikan formal di sekolah.

Dalam penutup forum, Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi mendorong, pemerintah daerah khususnya Kabupaten Bogor agar ada upaya serius terkait pemenuhan hak dasar anak di tengah pandemi dengan segera.

Menurutnya, yang pertama adalah dewan dan eksekutif bisa melakukan program riset terkait pemenuhan hak dasar anak di Kabupaten Bogor. Sebab, menurutnya banyak masalah anak yang tidak terinventarisir karena lemahnya data yang dimiliki. Maka menurut Yus, riset menjadi basis dan rasionalisasi menuju penyusunan kebijakan.

Yang kedua, kata Yus, adalah tentang political budgetting untuk urusan anak dan yang ketiga adalah perlunya pemilahan isu anak dari yang paling urgen sebagai prioritas yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah beserta seluruh elemen terkait. (*/mam)