Soal Pemerintah Ekpor APD, PKS: Itu Zalim Karena Sengaja Mengorbankan Rakyat

0
32
Tiongkok
Petugas medis di Tiongkok bersiap mengobati pasien positif virus Corona.
Petugas medis di Tiongkok bersiap mengobati pasien positif virus Corona.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana melakukan ekspor Alat Perlengkapan Diri (APD) dan barang kesehatan lain. Namun, rencana ini ditolak Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher.

Nety mengatakan, saat ini tenaga kesehatan masih menjadi korban dari virus Korona atau Covid-19. Hal itu karena kurangnya alat pelindung diri (APD) yang kurang memenuhi standar. Lantas kenapa pemerintah ‎malah melakukan ekspor.

“Tenaga kesehatan kita masih menjadi korban Covid-19. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan APD yang kurang memenuhi standar. Kenapa pemerintah malah mewacanakan ekspor,” ujar Netty kepada wartawan, Rabu (24/6/2020).

Menurut Netty, sebanyak 22 dokter positif Covid-19 saat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Nah ini seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah untuk mengontrol dan memperbaiki standar APD, baik yang berasal dari produk dalam negeri atau pun yang import.

“Tenaga kesehatan terinfeksi karena APD yang kurang standar. Ini yang seharusnya ini yang jadi fokus pemerintah,  bukan malah bicara ekspor. Jadi seperti Jaka Sembung naik ojek, engga nyambung jek. Ini hanya menimbulkan kegaduhan di ruang publik,” katanya.

Netty yang merupakan politikus perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini heran akan wacana ekspor APD. Padahal jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 46.845 jiwa dengan penambahan sebanyak 954 kasus. Jumlah penambahan kasus terbanyak tercatat dari lima provinsi seperti, Jawa timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.

‎”Artinya, kebutuhan dalam negeri akan APD diprediksi masih besar. Seharusnya pemerintah serap dulu APD produksi dalam negeri,  pastikan  kebutuhan tercukupi, khususnya di wilayah epicenter baru, lalu cabut relaksasi impor kebutuhan APD dan barang kesehatan  yang bisa dipenuhi dalam negeri,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, saat ini terjadi surplus APD di dalam negeri. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan, diperkirakan terjadi surplus produksi  sebesar 1,96 miliar unit untuk masker bedah, 377,7 juta unit masker kain, 13,2 juta unit pakaian bedah, dan 356,6 juta unit pakaian pelindung medis hingga Desember 2020.

Menurut Netty, melimpahnya APD saat ini akibat relaksasi kran impor dan produksi dalam negeri yang digenjot akibat Indonesia sempat alami kelangkaan dan kemahalan APD. Bukan hanya industri alat dan bahan kesehatan yang bergerak memproduksi APD saat itu, tapi juga industri tekstil, bahkan UMKM.

Akhirnya isu standarisasi dan sertifikasi APD agak dikesampingkan. Kini, saatnya pemerintah melakukan seleksi, standarisasi dan sertifikasi APD. Gunakan yang standar untuk tenaga medis dalam negeri.

“Jangan sampai yang terstandarisasi diekspor, di dalam negeri digunakan yang KW-KW. Ini merendahkan nakes kita yang berhadapan langsung dengan pasien Covid-19,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Netty juga bersimpati pada produsen yang telah bergerak cepat membantu pemerintah. Setelah dilakukan seleksi dan sortir sesuai standar, pemerintah dapat mencarikan solusi pemasaran dengan melempar APD untuk kebutuhan non medis. Seperti produk masker kain yang bukan standar medis, tapi masih memungkinkan untuk kebutuhan penggunaan masyarakat sehari-hari.

“Saya yakin ada jalan. Yang penting logikanya jangan dibalik. Masa yang bagus diekspor, yang KW digunakan untuk nakes dalam negeri. Itu zalim karena sengaja mengorbankan rakyat,” pungkasnya. (jpg)