Analisis Big Data dan Birunya Langit Bogor Sebagai Dampak Covid-19

0
31

RADAR BOGOR, Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) berdampak pada berbagai sektor kehidupan. Perubahan aktivitas dan mobilitas masyarakat selama masa pandemi banyak mengalami perubahan. Hal ini diakibatkan pemberlakuan berbagai kebijakan, baik kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, perubahan peraturan perusahaan serta perubahan perilaku masyarakat dalam mengantisipasi penularan Covid-19.

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan diatur secara teknis dengan Penerapan  Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Pemerintah menerapkan berlakunya PSBB sebagai suatu upaya memutus rantai penularan Virus Corona dengan melakukan isolasi dan pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat. Peraturan ini diterjemahkan sebagai pelaksanaan Social Distancing dan Physical Distancing agar masyarakat dapat saling menjaga jarak dan tidak berkerumun yang dapat berakibat pada penularan Covid-19.

PSBB dan Upaya Pemerintah melindungi Masyarakat dari Sebaran Covid-19

PSBB merupakan kebijakan yang harus diterapkan di daerah yang merupakan episentrum penularan Covid-19. Daerah-daerah yang disinyalir sebagai episentrum ini adalah daerah yang dianggap berpotensi besar menjadi daerah pusat penularan sehingga harus dibatasi dan diawasi secara ketat mobilitas warganya agar tidak terjadi penularan-penularan lagi.  Setelah DKI Jakarta, wilayah Jawa Barat yang pertama harus menerapkan PSBB ini adalah Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. PSBB pertama ini diberlakukan mulai 15 April 2020. 

PSBB tahap 1 ditinjau kembali pelaksanaannya, hingga disusul dengan penerapan PSBB tahap 2, 3 dan PSBB transisi menuju kondisi New Normal. Pembatasan mobilitas warga untuk beraktivitas di rumah selama PSBB serta pembatasan kegiatan ekonomi masyarakat dengan mengatur jam buka tutup pasar, toko dan pusat berbelanjaan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam menerjemahkan Kebijakan Pemerintah Pusat dan Peraturan Gubernur tentang PSBB di daerah.  

Wali Kota Bogor memberlakukan beberapa Peraturan Walikota berkaitan dengan PSBB di Kota Bogor yang mengatur tentang penutupan pusat perbelanjaan dan pasar tradisional termasuk restoran dan rumah makan dengan pelayanan antar dan tidak diperbolehkan makan di tempat. Peraturan tentang aktivitas ibadah masyarakat juga diatur agar tempat-tempat ibadah tidak menjadi pusat terjangkitnya penularan Covid-19 dengan aktivitas berkumpulnya banyak orang. Transportasi umum dan pribadi juga diatur dengan protokol Covid-19. Untuk sektor pendidikan diberlakukan School from Home (SFH) dan untuk sektor pemerintahan serta swasta juga diberlakukan Work from Home (WFH). Pelayanan publik yang berkaitan dengan kebutuhan administrasi masyarakat tetap diberikan dengan waktu operasional terbatas.

Kualitas Udara dan Kerentanan Terhadap Covid-19

PSBB yang diterapkan, selain untuk memutus rantai penularan Covid-19, secara tidak langsung juga berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Berdasarkan riset T.H. Chan School of Public Health Harvard pada 2020, pasien coronavirus yang tinggal di kawasan dengan tingkat polusi udara tinggi sebelum pandemi akan mengalami risiko kematian 15 persen lebih tinggi dibanding pasien yang sebelum pandemi hidup di kawasan berudara sehat. 

Data serupa juga diungkapkan oleh Eduardo Conticini et.al yang dipublikasikan dalam Environmental Pollution Journal edisi Maret 2020, bahwa kematian tertinggi akibat coronavirus terjadi di Italia Utara, yaitu Lombardy dan Emilia Romagna dibandingkan wilayah lain di Italia. Hal ini sesuai dengan hasil riset Royal Netherlands Meteorological yang menggunakan data Ozone Monitoring Instrument pada satelit Aura NASA yang menunjukkan bahwa Italia Utara adalah daerah paling tercemar di Eropa dalam hal kabut asap dan polusi udara. Kondisi ini sesuai dengan data Air Quality Index (AQI) yang dirilis European Environment Agency (EEA) tentang daerah paling tercemar di Eropa, yaitu Italia, dengan konsentrasi pencemaran tertinggi di Lombardia dan Emilia Romagna. 

Polusi udara tinggi akan melemahkan sisitem kekebalan tubuh. Beberapa penyakit kronis seperti penyakit jantung, pernafasan dan hipertensi merupakan penyakit-penyakit yang berkaitan erat dengan polusi udara. Selain itu, faktor usia  juga berpengaruh erat terhadap kerentanan seseorang pada serangan coronavirus. Kelompok usia di atas 60 tahun, apalagi dengan penyakit bawaan dan hidup di kawasan yang terpapar polusi udara tinggi sangat rentan untuk menderita kondisi yang parah saat terserang virus corona ini. 

Di Indonesia, indeks kerentanan provinsi dalam menghadapi pandemi Covid-19 tertinggi adalah Jakarta Banten dan Jawa Barat. Hal ini disebabkan berbagai faktor  seperti kepadatan penduduk, mobilitas tinggi dan kualitas udara yang buruk. Berdasarkan riset ahli epidemiologi University of Cape Coast Ghana, Kofi Amegah, risiko pasien yang tinggal di kawasan polusi udara tinggi dua kali lebih tinggi dibanding pasien di kawasan yang polusi udaranya rendah. Pasien yang tinggal di kawasan polusi udara sedang berisiko meninggal 84 persen lebih tinggi. 

PSBB Bogor dan Perubahan Kualitas Udara Tertinggi

Kualitas udara yang baik akan meningkatkan imunitas sehingga dapat menurunkan risiko terserang corona virus. PSS yang diterapkan sebagai langkah memutus rantai penularan Covid-19 berimplikasi pada pengurangan aktivitas warga dan juga rendahnya mobilitas masyarakat. Menurut analisis Big Data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), pada saat pemberlakuan PSBB,  mobilitas di tempat kerja turun hingga 73 persen, mobilitas di pusat-pusat perdagangan dan retail menurutn 70 persen dan mobilitas di taman-taman kota turun 61 persen. PSBB yang mengatur ketat beroperasinya transportasi pribadi dan transportasi umum juga berdampak menurunkan 79 persen aktivitas transportasi umum. 

Indeks Kualitas Udara yang diperoleh dari beberapa stasiun bumi secara real time yang terekam dianalisis dengan Big Data dapat mengukur kualitas udara sehingga dapat diketahui dampak penerepan PSBB terhadap kualitas udara di berbagai kota di Indonesia. Tingkat Indeks Kualitas Udara dapat dikategorikan menjadi baik, moderat, tidak sehat untuk kelompok sensitif, tidak sehat, sangat tidak sehat dan berbahaya. 

Pada Januari 2020, tingkat polusi udara di kawasan Bogor dikategorikan tidak sehat dengan median AQI berkisar di atas level 170. Di level ini, setiap orang dapat mengalami efek kesehatan dan untuk kelompok sensitif mungkin memiliki efek kesehatan yang serius. Polutan yang diukur meliputi karbon monoksida (CO), timbal (Pb), nitrogen dioksida (NO2), ozon, PM10, PM2,5 dan sulfur dioksida (SO2).

Setelah PSBB, pengukuran kualitas udara di beberapa kota di Indonesia mengalami perbaikan kualitas yang signifikan. Kawasan Bogor mengalami peningkatan kualitas udara tertinggi se-Indonesia selama periode Januari hingga April 2020 yaitu sebesar 44,9 persen. Level peningkatan kualitas udara ini melampaui peningkatan di Surabaya (39,2 persen), Bekasi (13,8 persen), Semarang (6,7 persen) dan Depok (3,1 persen). 

PSBB memang berdampak positif dalam meningkatkan kualitas udara dan mengurangi polusi udara. Tetapi PSBB yang berkepanjangan tentu akan memiliki dampak sosial ekonomi bagi sebagian besar masyarakat. Pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat akan menurunkan volume kegiatan ekonomi masyarakat dan pelayanan publik. Walaupun demikian, pola penataan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan serta mematuhi protokol kesehatan yang ada tentu suatu hal yang layak dipertimbangkan untuk terus diterapkan sehingga mempertahankan kualitas udara yang lebih baik dalam kondisi new normal. Kualitas udara yang baik tentu dapat meningkatkan imunitas masyarakat sehingga diharapkan dapat hidup lebih sehat dan tahan terhadap penularan coronavirus jika PSBB tidak lagi diterapkan. (*)

Asriana Ariyanti

Statistisi BPS Kota Bogor

Alumni The Australian National University