JAKARTA-RADAR BOGOR, Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi divonis tujuh tahun penjara. Selain itu, dia juga diminta membayar denda Rp 400 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Imam diyakini menerima suap dan gratifikasi untuk memuluskan proses pencairan dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
“Mengadili, menyatakan terdakwa Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut, sebagaimana diancam dakwaan kesatu dan kedua,” kata Ketua Majelis Hakim Rosmina, membacakan amar putusan di PN Tipikor Jakarta, Senin (29/6).
“Pidana dengan penjara selama tujuh tahun dan pidana denda Rp 400 juta subsider tiga bulan kurungan,” sambungnya.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 18.154.238.882. Menurut Hakim, jika Imam Nahrawi tidak membayarkan uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Selain itu, Hakim juga mencabut hak untuk dipilih sebgai jabatan publik selama empat tahun. Pidana tambahan ini dijatuhkan setelah Imam menjalani pidana pokok.
Hakim juga menolak justice collaboratore (JC) yang diajukan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. “Menyatakan menolak Justice Collaboratore yang diajukan,” tegas Hakim Rosmina.
Majelis hakim meyakini, Imam terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap sebesar Rp 11.500.000.000 bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
Suap dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI itu, diberikan kepada Imam melalui Miftahul Ulum, untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kempora tahun anggaran 2018.
Jaksa juga meyakini Imam Nahrawi bersama-sama Miftahul Ulum menerima gratifikasi dengan total Rp 8,3 miliar. Penerimaan gratifikasi itu dilakukan Imam melalui Ulum secara bertahap dari sejumlah pihak.
Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Imam dinilai bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi. Imam yang juga pimpinan tertinggi dalam kementerian seharusnya menjadi panutan.
“Terdakwa selama persidangan berupaya untuk menutupi perbuatannya dengan cara tidak mengakuinya,” beber Hakim Rosmina.
Sementara itu, untuk hal yang meringankan, Imam dinilai berlaku sopan di persidangan, selaku kepala keluarga dan mempunyai tanggung jawab terhadap anaknya yang masih kecil dan terdakwa belum pernah dihukum.
Imam diyakini melanggar, Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.
Pasal 12B ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kedua.