JAKARTA-RADAR BOGOR, Channel YouTube resmi Sekretariat Presiden (Setpres) kemarin mengunggah video menarik.
Penyerapan Anggaran di Kementerian Kesehatan Rendah, Jokowi : Segera Keluarkan!
Isinya tentang Presiden Jokowi yang meluapkan kekecewaannya terhadap kinerja para menteri dan kepala lembaga.
Terutama dalam penanganan pandemi Covid-19. Jokowi bahkan menyinggung reshuffle atau perombakan kabinet.
Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan dalam pengantar sidang kabinet paripurna yang digelar 18 Juni lalu. Saat itu sidang kabinet berlangsung tertutup untuk wartawan.
Dalam video yang dirilis Setpres itu, Jokowi menegaskan bahwa saat ini kondisinya adalah krisis. Karena itu, dia meminta semua pejabat memiliki sense of crisis yang sama.
Dia juga menyinggung data The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Organisasi itu memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dunia minus 6 persen sampai minus 7,6 persen. Kemudian, versi Bank Dunia minus 5 persen.
Geram dengan Kinerja Menterinya, Jokowi Ancam Bubarkan Lembaga dan Reshuffle
’’Jangan (bekerja, Red) biasa-biasa saja. Jangan linier. Jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita,’’ kata Jokowi. Berkali-kali Jokowi bicara dengan nada tinggi. Keningnya berkerut.
Jokowi mengatakan, dirinya melihat masih banyak yang menganggap kondisi sekarang ini normal. Kemudian, bekerja biasa-biasa saja. Dia menegaskan, para menteri dan kepala lembaga harus bekerja ekstra luar biasa. Sebab, kondisi saat ini sudah extraordinary.
Dia mempertanyakan kenapa para pemegang kebijakan, seperti para menteri, tidak memiliki perasaan dengan suasana krisis. Dia lantas mengingatkan supaya belanja kementerian ditingkatkan. Dia menerima laporan bahwa belanja kementerian masih biasa-biasa saja.
Jokowi meminta kementerian dan lembaga segera mengeluarkan belanja anggaran secepatnya. Dengan begitu, uang banyak beredar dan konsumsi masyarakat akan naik.
Jokowi lantas menyentil anggaran kesehatan yang telah dialokasikan Rp 75 triliun. ’’Baru keluar 1,53 persen, cobak,’’ katanya.
Menurut Jokowi, dengan belanja yang kecil itu, peluang uang beredar di masyarakat menjadi tertahan. Padahal, beredarnya anggaran kementerian di masyarakat bisa menjadi trigger ekonomi.
Untuk anggaran kesehatan itu, Jokowi meminta agar pembayaran untuk tunjangan dokter, dokter spesialis, dan tenaga medis segera dikeluarkan. Begitu juga dengan belanja peralatan kesehatan.
Jokowi juga menyinggung program bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat. Dia meminta anggarannya segera dikeluarkan. Jika terjadi masalah atau hambatan, segera dilakukan tindakan lapangan. Menurut dia, program bansos sudah lumayan. Namun, program itu seharusnya sudah tersalur 100 persen.
Kemudian, untuk bidang ekonomi, Jokowi meminta supaya program stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha mikro, kecil, menengah, atau besar.
Dia mengatakan, pelaku usaha mikro, kecil, dan lainnya sedang menunggu implementasi stimulus ekonomi. ’’Jangan biarkan mati dulu, baru kita bantu. Tidak ada artinya,’’ tutur Jokowi.
Dia meminta perusahaan, khususnya yang padat karya, diberi prioritas. Dengan begitu, tidak sampai terjadi PHK. Jokowi meminta jangan sampai sudah terjadi PHK besar-besaran, namun uang stimulus ekonomi satu rupiah pun belum ada yang masuk ke dunia usaha.
Jokowi mengatakan, jika kelambatan itu dipicu karena peraturan, dia siap mengeluarkan perppu atau perpres. Selama tujuannya untuk kepentingan 267 juta penduduk Indonesia, Jokowi mengaku siap dengan langkah politik maupun birokrasi. Termasuk mempertaruhkan reputasi politiknya.
’’Saya harus omong apa adanya. (Sampai sekarang, Red) tidak ada progres yang signifikan,’’ kritiknya.
Jokowi kembali meminta jajarannya untuk merasakan kondisi krisis saat ini. Langkah-langkah khusus harus dilakukan. Jokowi bahkan mengatakan bisa saja membubarkan lembaga. Kemudian, juga bisa melakukan reshuffle atau perombakan kabinet.
Jokowi mengatakan, dirinya akan melakukan tindakan extraordinary keras. Dia meminta jajarannya untuk mengerti dan memahami apa yang dia sampaikan. Kerja keras dalam situasi seperti ini baginya sangat diperlukan.
’’Kecepatan diperlukan. Tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dalam manajemen krisis,’’ kata Jokowi di pengujung arahannya. Dalam rapat itu seluruh menteri terlihat hadir. Termasuk Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Insentif Tenaga Kesehatan Macet
Khusus soal insentif untuk para tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19, sudah disampaikan secara langsung oleh Jokowi ke publik pada 23 Maret lalu.
Waktu itu dia menyampaikan di sela peresmian RS Darurat Wisma Atlet, Jakarta. Ternyata, lebih dari tiga bulan berselang, insentif yang dijanjikan Jokowi itu tidak kunjung dicairkan. Kondisi itu diakui Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial Syam.
’’Iya, ini memang masalahnya. Insentif yang dijanjikan belum turun,’’ kata Ari. Kalaupun ada insentif bagi para dokter, itu berasal dari uang rumah sakit sendiri.
Kondisi tersebut ditambah lagi soal dukungan anggaran untuk laboratorium PCR. Nah, sampai saat ini dukungan atau support dari Kemenkes dia nilai masih kurang.
Ari juga menyinggung dukungan untuk laboratorium yang melaksanakan uji PCR. Dia menjelaskan, sejumlah laboratorium mendapatkan SK Menkes untuk melaksanakan uji PCR.
Menurut dia, laboratorium itu selain mendapatkan donasi bahan habis pakai dari sejumlah lembaga, juga perlu memperoleh dukungan dari Kemenkes. Sebab, Kemenkes adalah lembaga yang menunjuk laboratorium rujukan.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai, sinyalemen reshuffle yang dilontarkan Jokowi tidak main-main. Itu tampak dari ekspresi kekecewaan dan kegeraman presiden atas kinerja pembantu-pembantunya.
Salah satu yang menjadi sorotan presiden dalam rapat tertutup itu adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ”Ini seperti kode keras kepada menteri yang bersangkutan,” kata Burhanuddin.
Yang juga menimbulkan pertanyaan adalah rapat kabinet tersebut bersifat internal. Namun, akhirnya di-upload secara terbuka oleh Setpres. Ada jeda waktu sekitar sepuluh hari sejak rapat internal itu dilakukan pada 18 Juni lalu.
”Ini bukan kebetulan, tapi ada unsur kesengajaan. Seperti mengingatkan anggota kabinet bahwa ancaman reshuffle tidak main-main,” paparnya. Alasan lain, jelas dia, isu reshuffle bagian dari testing the water untuk melihat reaksi publik.
Selain Menkes Terawan Agus Putranto, publik juga banyak mencibir kinerja Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara. Mulai lambannya pencairan bansos hingga proses penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Namun, Burhanuddin meragukan Mensos akan menjadi sasaran reshuffle. Sebab, perombakan kabinet, jelas dia, tidak semata-mata karena faktor kinerja, tapi juga faktor politik.
”Lebih kompleks urusannya jika terkait dengan menteri dari partai politik. Karena kan harus berdiskusi dulu dengan partai pengusung,” papar pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Sementara itu, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Setpres Bey Triadi Machmudin menjelaskan alasan baru mengunggah video tersebut. ’’Karena awalnya sidang kabinet paripurna tersebut bersifat intern,’’ katanya tadi malam.
Namun, setelah mereka pelajari, banyak pernyataan presiden dalam rapat itu yang baik dan bagus untuk diketahui publik. Karena itu, mereka meminta izin kepada Presiden Jokowi untuk memublikasikannya. ’’Makanya baru di-publish hari ini (kemarin, Red),’’ tutur dia.
Bey mengatakan, pihaknya mempelajari video itu agak lama dan berulang-ulang. Terkait reshuffle yang disinggung Jokowi pada pengantar rapat itu, Bey tidak bersedia berkomentar. (jpg)