Raperda Pengembangan Pesantren tak Bisa Segera Disahkan

0
40
KOMPAK : Anggota Pansus 7 DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya berdialog dengan para Kiyai Kabupaten Bogor.

BOGOR – RADAR BOGOR, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengembangan Pesantren terus dimatangkan. Dalam rangka memperkaya materi dan substansi, anggota Pansus 7 DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya bersilaturrahim dengan Pengurus Pokja Pontren Kabupaten Bogor di Ponpes Nurul Ihsan, Jogjogan, Kecamatan Cisarua, Jumat (26/6).

Tak hanya itu, Asep Wahyuwijaya juga mengunjungi Pondok Pesantren Pertanian Darul Fallah, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Senin (29/6).

Menurut kang AW (sapaan akrab,red), secara yuridis meskipun UU Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren telah disahkan menjadi Undang-Undang, namun Raperda tentang Penyelenggaraan Pesantren tidak bisa dengan segera dan serta-merta menjadi Perda karena kewenangannya masih ada di Pusat. “Dalam hal ini di Kementrian Agama,” ucap anggota DPRD Provinsi Jawa Barat asal Dapil Kabupaten Bogor tersebut.

Sebagai dasar dari pelaksanaan otonomi daerah, sambung kang AW, urusan kewenangan pemerintahan konkuren sudah dibagi habis dalam Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Asep Wahyuwijaya (tengah) saat mengunjungi Pesantren Pertanian Darul Fallah.

Dalam lampiran Undang-Undang tersebut, kata Asep, urusan Pesantren masih menjadi domainnya Pemerintah Pusat, namun jika merujuk pada Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23/2014 bisa saja ada kewenangan yang dibagikan ke pemerintah daerah asal ada Peraturan Presidennya.

“Nah, ternyata Undang-Undang Pesantren pun di dalamnya mengamanatkan perlunya Perpres agar Undang-Undang tersebut bisa segera berlaku dengan efektif, dengan demikian maka terkait dengan soal di mana kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pesantren itu lah pengesahan Raperda ini pun harus menunggu terbitnya Perpres terlebih dahulu,” papar Asep Wahyuwijaya kepada Radar Bogor.

Sehingga, menurutnya, sambil menunggu terbitnya Perpres dan ketentuan turunan lainnya seperti Peraturan Menteri Agama, maka Pansus terus berkeliling menemui para kyai dan pengasuh pondok pesantren dari seluruh ormas Islam agar mendapatkan masukan yang benar-benar utuh dan komprehensif.

“Harapan besar kita atas Raperda Pesantren ini pada saat disahkan nantinya dapat benar-benar menjadi Perda yang rahmatan lil ‘alamin, terasa kemanfaatannya oleh seluruh pondok pesantren yang ada di Jawa Barat yang jumlahnya ada sekitar 12 ribuan,” harap kang AW.

Secara substansi materi, sambung dia, ide besar yang muncul dari para Kyai dan para pengasuh pontren dalam hal pengembangan pesantren ini adalah terkait dengan soal pemberdayaan ekonomi di Ponpes yang mestinya dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Asep Wahyuwijaya (kanan) meninjau hasil inovasi pesantren.

Ia menegaskan, isu strategis ini mendapatkan respon yang sangat positif dari para anggota Pansus dengan cara mengakomodir keinginan itu masuk ke dalam muatan Raperda.

“Jadi lebih dari sekedar One Pesantren One Product (OPOP), keinginan para Kyai dan Pengasuh Pesantren yang justru ingin menjadikan Pesantren mandiri secara ekonomi sekaligus dapat menjadi pusat perputaran ekonomi ummat dengan membentuk semacam serikat atau asosiasi ekonomi pesantren ini mudah-mudahan dapat diakomodir oleh Perda Pengembangan Pesantren sesuai dengan porsi kewenangan yang nantinya akan diatur oleh Perpresnya,” pungkas Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Jabar itu. (*/cr2)