RUU PKS Ditarik Dari Prolegnas 2020, Partainya Paloh Janji Gencar Lobi Politik

0
36
Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA-RADAR BOGOR, Komisi VIII DPR telah menarik usulan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program legislasi nasional 2020. ‎Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Nasdem, Taufik Basari pun bereaksi dengan hal itu.

Ia mengatakan, partainya akan terus memperjuangkan agar RUU PKS dapat diundangkan. Sehingga tidak setuju ditariknya RUU PKS ini. Karena itu sebagai wujud dukungan terhadap para korban kekerasan seksual.

“Kejahatan ini harus dihentikan. Korban kekerasan seksual mesti mendapat perlindungan dan masyarakat mesti disadarkan pentingnya bersama-sama mencegah kekerasan seksual terjadi di sekitar kita,” ujar Taufik kepada wartawan, Kamis (2//2020).

Taufik juga menjelaskan, pada DPR periode 2019-2024 ini, RUU PKS sebenarnya adalah usul inisiatif darinya sebagai anggota anggota dewan.

Kemudian ‎usul ini didukung oleh Fraksi Partai Nasdem dan setelah disampaikan ke Badan Legislatif kemudian disetujui untuk masuk dalam prolegnas prioritas 2020 sebagai usulan anggota Fraksi Partai Nasdem.

Namun setelah Prolegnas disahkan di Paripurna, atas permintaan Pimpinan Komisi VIII RUU PKS tersebut diminta untuk diubah statusnya menjadi usulan Komisi VIII.

Namun ternyata setelah diubah statusnya justru membuat RUU tersebut tidak berjalan. Taufik sebagai pengusul awal saat penyusunan Prolegnas Prioritas 2020 ini menyayangkan mandeknya RUU tersebut akibat dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020 oleh Komisi VIII DPR RI.

“Padahal jika dahulu tidak diubah status pengusulnya, Fraksi Nasdem sudah siap untuk menyampaikan Naskah Akademik dan Draft RUU-nya. Namun demikian, bukan berarti berhenti sampai di sini. Fraksi Nasdem akan terus mengawal RUU ini hingga berhasil disahkan,” katanya.

Taufik berjanji dirinya bersama Fraksi Nasdem akan melobi fraksi-fraksi lain termasuk yang bersikap menolak keberadaan RUU ini.

“Kami akan coba mengajak teman-teman lain untuk melihat kebutuhan adanya RUU ini adalah untuk kepentingan bersama, dengan alasan kemanusiaan dan semangat melawan kejahatan serta melindungi korban,” ungkap anak buah Surya Paloh itu.

Ia menyadari di masa periode yang lalu memang ada salah pengertian terhadap RUU ini sehingga mengalami penolakan beberapa kelompok.

“Tapi kami yakin jika kita melihat jernih, obyektif dan kepala dingin, pandangan terhadap RUU ini dari yang dahulunya menolak akan berubah pandangan,” jelasnya.

Diketahui, Komisi VIII DPR mengusulkan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang saat rapat di Badan Legislasi (Baleg).‎

“Sebagaimana surat kami pada Maret lalu dari usul komisi VIII ada dua RUU, kami kami menarik RUU penghapusan kekerasan seksual. Karena pembahasannya agak sulit,” kata Marwan.

Walhasil, Komisi VIII untuk prolegnas prioritas tahun 2020 ini hanya mengusulkan dua RUU yakni RUU Penanggulangan Bencana dan RUU Kesejahteraan Lanjut Usia.

“Karena itu kami menarik dan sekaligus kami mengusulkan ada yang baru yaitu RUU Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Karena RUU bencana sudah berjalan, perkiraan teman-teman, RUU tentang kesejahteraan lanjut usia masih bisa kita kerjakan,” kata Marwan.

Untuk diketahui, sejak awal RUU PKS dinilai mendesak sebab maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Aktivis perempuan menilai RUU itu genting mengingat keberpihakan pada perempuan cenderung rendah dalam beberapa kasus. (jpg)