Aturan ini ditetapkan pada 18 Oktober 2019 dan diundangkan pada 21 Oktober 2019.
Kenaikan cukai dan batasan HJE rokok berlaku pada 1 Januari 2020, sebagaimana disebut pada Pasal II Ayat (2). Sementara pita cukai dapat dilekatkan paling lambat pada 1 Februari 2020 sebagaimana disebut pada Pasal II Ayat (1) Huruf (b) (ii).
Ada 8 jenis rokok yang diatur dalam beleid itu, baik buatan dalam negeri atau impor yang mana besaran cukai dan HJE rokok dimuat masing-masing pada lampiran III dan IV.
Untuk rokok buatan dalam negeri, beberapa di antaranya rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I dengan HJE paling rendah Rp 1.700 dikenakan cukai Rp 740 per batang atau gram, naik 25,42% dari Rp 590.
Kemudian, SKM golongan II untuk HJE lebih dari Rp 1.275 dikenakan tarif sebesar Rp 470 per batang atau gram, naik 22,08% dari Rp 385. Untuk rokok HJE Rp 1.020-1.275 dikenakan cukai sebesar Rp 455 per batang atau gram, naik 22,97% dari Rp 370.
Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan I dengan HJE paling rendah Rp 1.790 dikenakan cukai sebesar Rp 790, naik 26,40% dari Rp 625.
Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Putih Tangan (SPT) golongan I dengan HJE lebih dari Rp 1.460 dikenakan tarif cukai sebesar Rp 425, naik 16,44% dari Rp 365.
Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) dan Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF) dengan HJE Rp 1.700 dikenakan cukai sebesar Rp 740, naik 25,42% dari Rp 590.
Selanjutnya, untuk rokok impor jenis SKM dengan harga jual eceran sebesar Rp 1.700 dikenakan cukai sebesar Rp 740.
Rokok SPM impor dengan harga jual eceran Rp 1.790 dikenakan cukai senilai Rp 790; Rokok SKT atau SPT impor dengan harga jual eceran Rp 1.461 dikenakan cukai sebesar Rp 425. Rokok SKTF/SPTF dengan HJE Rp 1.700 dikenakan cukai sebesar Rp 740.
Sementara itu jenis produk tembakau yang tidak membukukan kenaikan tarif cukai baru adalah tembakau iris, rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu. (cnbc/ysp)