Padahal, persiapan penyiraman dilakukan di dekat kediaman korban, ini dapat dibuktikan dari aspal yang terkena siraman air keras saat pelaku menuangkan dari botol ke gelas.
Tim advokasi Novel pun mempersoalkan, CCTV di sekitar kediaman rumah korban tidak dijadikan barang bukti. Menurutnya, pada 10 Oktober 2017 yang lalu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Irjen Argo Yuwono menyampaikan bahwa kepolisian telah mengumpulkan 400 CCTV dari lokasi penyerangan dalam radius 500 meter.
Namun, berdasarkan pengakuan korban dan saksi diketahui terdapat beberapa CCTV yang sebenarnya dapat menggambarkan rute pelarian pelaku akan tetapi tidak diambil oleh kepolisian.
Bahkan, beberapa CCTV di sekitaran rumah korban diketahui juga memiliki resolusi yang baik untuk dapat memperjelas wajah pelaku dan rute pelarian.
“Definisi dari barang bukti sebenarnya mencakup benda-benda yang dapat memberikan keterangan bagi penyelidikan tindak pidana, baik berupa gambar ataupun rekaman suara. Selain itu, fungsi dari barang bukti juga sebagai media untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara yang ditangani. Dapat simpulkan bahwa kumpulan CCTV yang diperoleh kepolisian hanya sekadar untuk menyamakan dengan pengakuan para pelaku,” beber Kurnia.
Kurnia pun menyebut, Cell Tower Dumps (CTD) tidak dimunculkan dalam penanganan perkara. Menurutnya, hal ini merupakan sebuah teknik investigasi dari penegak hukum untuk dapat melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban. Namun dalam proses penanganan perkara, mulai dari penyidikan sampai persidangan, rekaman CTD itu tidak pernah ditampilkan oleh kepolisian.