Mahathir menyoroti terlalu mahal untuk membayar bahaya jebakan hutang. Diplomasi berbungkus proyek infrastruktur besar-besaran yang telah populer di dunia internasional sebagai kebijakan luar negeri Tiongkok yang mungkin agak ‘nakal’.
Mungkin saja Mahathir telah melihat contoh nyata di Sri Lanka. Pelabuhannya yang berfungsi sebagai pusat penting negara itu harus disita China karena gagal bayar utang.
Dengan kata lain, jika pembaca publik telah lama berjuang di bidang intelijen dan pertahanan atau setidaknya tahu banyak tentang hal-hal semacam ini, negara-negara yang telah terperangkap dalam gerakan geostrategis Tiongkok disebut sebagai extended quasi territory (ekstensi atau perpanjangan).
Jujur saja, ini adalah taktik yang sangat brilian. Sun Tzu, ahli strategi dan pakar militer paling terkemuka dari Tiongkok yang idenya telah dipelajari berulang kali di negara-negara Barat, mengatakan, “Seni perang tertinggi adalah menaklukkan musuh tanpa pertempuran.”
Sedikit informasi tambahan, proses pembangunannya dimulai dari tenaga kerjanya hingga tujuan utamanya bisa dibilang memberikan manfaat yang signifikan bagi pihak Tiongkok.
Impian jangka panjang mereka adalah memfasilitasi distribusi barang-barang impor ‘Made in China’, yang telah menjadi agenda nasionalnya: ‘China Standards 2035’, yang akan dicapai pada 2035. Rencana besar ini dikenal luas oleh publik sebagai proyek OBOR (One Belt One Road).