Republik Turki modern bagaimanapun menyandarkan identitas sejarahnya pada Kekhalifahan Usmani, daripada kepada Kekaisaran Bizantium, atau Romawi Timur, yang secara historis dan kultural kini menjadi Yunani.
Selain karena faktor identitas sejarah tadi, setidaknya ada empat alasan kenapa dunia internasional wajib menghormati pengembalian status Hagia Sophia menjadi masjid tadi.
Pertama, keputusan perubahan status Hagia Sophia lahir dari sebuah proses hukum yang konstitusional. Konversi status Hagia Sophia merupakan hasil dari putusan Dewan Negara atas tuntutan yang diajukan oleh Asosiasi Artefak Sejarah dan Lingkungan di Turki, yang meminta pembatalan keputusan Dewan Kabinet 1934 atas status museum Hagia Sophia yang dinilai ilegal.
Sehingga, dengan adanya putusan pengadilan tinggi tersebut, maka tindakan yang diambil oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid, sesuai dengan hukum Turki. Dan ini wajib dihormati oleh semua pihak, termasuk oleh komunitas internasional.
Kedua, sebagai negara berdaulat, Turki memiliki hak untuk mengatur urusan yang berada di dalam yurisdiksi domestiknya. Dalam hal ini, persoalan status Hagia Sophia adalah murni urusan domestik pemerintah dan masyarakat Turki.
Sehingga secara politik, Turki, sebagaimana negara berdaulat lainnya, memiliki hak penuh untuk mengatur dan menentukan urusan domestiknya tanpa campur tangan negara lain.