Maju Pilgub Butuh Rp 100 M, Pilbup Bisa Habiskan Rp 30 M

0
36

Misalnya, yang ditemui Jawa Pos pada awal Juli lalu. Saat itu seorang pengurus parpol mengantar sekelompok orang. Mereka ingin bertemu dengan seorang pimpinan fraksi.

Tujuannya, urusan pencalonan kepala daerah. Namun, pengurus parpol itu mengaku tidak mendapat keuntungan apa pun. ”Saya hanya mengantar. Paling-paling cuma diberi uang transpor,” kilahnya.

Dia menolak bahwa aktivitasnya dianggap bagian dari kerja makelar politik. Dia berdalih, sebagai pengurus DPP, dirinya merasa terpanggil untuk ikut membesarkan partai. Minimal dalam momen pemenangan pilkada.

Politik uang menjelang pilkada bukan barang baru. Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono mengungkapkan, korupsi di sektor politik dan mahalnya biaya politik memang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bangsa ini. ”Praktik politik berbiaya mahal kerap menimbulkan politik transaksional.”

Salah satu masalah pilkada yang menjadi perhatian KPK adalah potensi munculnya biaya tinggi kontestasi. KPK melihat potensi benturan kepentingan dalam pendanaan pilkada.

Salah satunya ditunjukkan dengan pengeluaran dana pilkada yang melebihi harta kas paslon. Kajian KPK pada Pilkada 2017 menyebutkan, sekitar 47,3 persen paslon mengeluarkan dana pilkada melebihi harta kas.