Maju Pilgub Butuh Rp 100 M, Pilbup Bisa Habiskan Rp 30 M

0
36

Mahar politik, kata Giri, menunjukkan realitas bahwa pilkada masih berbiaya mahal. Berdasar kajian penelitian dan pengembangan (litbang) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menjadi studi KPK, dana yang dihabiskan untuk menjadi bupati/wali kota mencapai Rp 30 miliar. Sementara itu, pemilihan gubernur sampai Rp 100 miliar.

Tingginya biaya itu mendorong kepala daerah melakukan korupsi untuk menutupi modal pencalonan. Data KPK menyebutkan, hingga 31 Desember 2019, tercatat 397 kasus korupsi yang melibatkan politisi. Di antaranya, menyeret 21 gubernur dan 119 bupati/wali kota. ”Ada keterkaitan kuat antara tingginya biaya politik dan praktik korupsi kepala daerah,” imbuh dia.

Giri menambahkan, parpol semestinya dikelola secara transparan, demokratis, dan akuntabel. Baik terkait dengan tata kelola sumber daya manusia (SDM), pengelolaan aset, sumber finansial, maupun manajemen partai sebagai organisasi modern. Termasuk dalam hal mengambil keputusan rekomendasi.

Hasil penelitian KPK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, ada beberapa faktor utama yang mengakibatkan parpol tidak berintegritas. Yakni, tidak adanya standar etik partai dan politisi, rekrutmen politik dan kaderisasi yang masih tradisional, pendanaan yang tidak transparan, serta tidak berjalannya demokrasi internal.

”Harus ada keputusan politik yang kuat agar masalah politik yang tidak rasional ini segera diselesaikan sampai akarnya,” terang mantan direktur gratifikasi KPK itu. ”Kalau tidak diselesaikan, penegak hukum akan terus sibuk dengan penanganan perkara politik saja,” imbuh dia. (jpg)