Menanti Sinovac

0
38

Di samping harus ada gizi, mereka juga harus menandatangani banyak dokumen: misalnya tidak akan menuntut apa pun kalau ternyata ada masalah dengan obat/vaksin itu. Mereka juga harus lebih dulu menjalani pemeriksaan kesehatan. Lengkap. Pun setelah sebulan disuntik. Pemeriksaan setelah penyuntikan itu bisa sampai dua kali. Berarti dua bulan.

Kalau pun uji coba tahap 3 ini berhasil, berarti paling cepat Oktober izin pakai dari badan-badan dunia akan keluar. Katakanlah: November. Di bulan November tepat setahun Presiden Jokowi menjabat, vaksin itu sudah bisa diproduksi masal.

Itu sudah sungguh-sangat-amat-luar-biasa cepat.

Hanya 10 bulan setelah Covid-19 menyerang Wuhan, Tiongkok, vaksin sudah ditemukan –dan sudah bisa dipakai secara umum. Normalnya, di dunia barat, vaksin atau pun obat baru seperti itu baru bisa meluncur ke pasar paling cepat lima tahun.

Rasanya ini rekor sepanjang masa. Pun tidak mungkin terjadi kalau bukan Tiongkok. Bukan saja perizinannya cepat tapi mencari relawan di sana tidak perlu tim sukses. Terutama untuk relawan tahap satu. Yang fokusnya pada dampak efek samping. Betapa bahayanya. Di tahap ini perlu waktu dan penelitian yang sangat cukup untuk mengetahui aman tidaknya obat baru.

Itu masih diteruskan dengan uji coba tahap dua: untuk mengetahui tingkat keberhasilan. Dengan jumlah relawan sampai 60 orang. Semua itu sudah sukses dilakukan di Tiongkok. Tinggal uji coba tahap tiga. Yang sasarannya tidak boleh hanya di satu negara. Itulah sebabnya biayanya mahal sekali. Kalau di dunia barat.

Dengan uji coba di banyak negara maka efektivitas obat/vaksin baru bisa diketahui secara luas. Pun terhadap berbagai jenis manusia. Yang gen dan darahnya berbeda-beda. Saya bersyukur Indonesia dipilih menjadi salah satu dari banyak negara lain untuk uji coba tahap tiga itu. Itu sebagai pertanda bahwa kita akan boleh memproduksi sendiri nantinya.