Sedang direksi yang dari Singapura mengeluh sulit sekali mendapat persetujuan dari direksi perwakilan Malaysia. Kadang yang asal Singapura itu sulit menebak apa yang sebenarnya diinginkan rekan mereka yang dari Malaysia.
Akhirnya Singapura tidak tahan lagi. Mereka tidak bisa berada dalam satu tim perusahaan seperti itu. Maka berdirilah Singapore Airlines. Yang begitu pesat kemajuannya.
Sedang MAS sebenarnya juga begitu semangat ingin bersaing. Tapi hanya sebatas semangat. MAS pun kian sulit. Sudah berkali-kali diselamatkan dengan suntikan uang negara. Tidak selamat juga. Tahun lalu sudah mulai ada pembicaraan: MAS minta agar Singapore Airlines menyelamatkannya.
Saya tidak menganggap Tim Erick Tohir ini seperti sikap perwakilan Singapura itu. Setidaknya di tulisan ini. Secara lahirlah Erick Tohir dan timnya adalah orang yang bisa menjaga perasaan. Masalahnya: kita pilih terus jaga perasaan atau pilih maju cepat. Tentu banyak yang memilih dua-duanya. Tapi kadang tidak selamanya bisa begitu.
Maka sikap mengalah dan menekan ego di jajaran para Menko tadi memang sangat menentukan. Kita pun ingat: jasa seseorang terhadap bangsa ini tidak hanya datang dari mereka yang memimpin. Tapi juga dari mereka yang mengalah.
Saya akan selalu ingat: jasa Jendral Nasution tidak kalah besar dari jasa Jendral Suharto –justru karena Nasution mengalah. Nasution justru meminta Suharto saja yang menjadi pejabat presiden. Untuk menggantikan Bung Karno. Padahal Nasution lebih senior. Ia juga diidolakan. Terutama karena putri kecilnya tewas ditembak sebagai perisai dirinya.