Ada dua lembaga penelitian yang diizinkan melakukan uji klinis tahap 1. Yang di Wuhan dan yang di Beijing. Masih ada empat lembaga lagi yang izinnya sedang diproses (saat itu).
Itulah uji coba klinis yang paling menakutkan. Mestinya. Tujuan uji coba tahap 1 adalah: untuk melihat apakah vaksin itu mengandung efek sampingan.
Karena itu di tahap ini relawannya harus tinggal di rumah sakit. Selama dua bulan. Agar setiap saat bisa dimonitor. Kalau uji klinis tahap 1 itu, misalnya, dilaksanakan di Indonesia bisa jadi justru sudah gagal sebelum dilaksanakan. Efek samping itu akan dibahas sampai kiamat.
Uji coba obat yang mudah diterima segala aliran di Indonesia adalah yang punya efek depan bagi laki-laki. Sedang efek samping begitu menakutkan. Padahal peneliti sudah menghitung lewat keahlian mereka. Dampak samping yang dimaksud sudah bisa diperkirakan: tidak ada. Seandainya ada pun antisipasinya sudah disiapkan. Itulah sebabnya relawan harus tinggal di rumah sakit.
Ini sangat ilmiah. Jangan dibayangkan seperti ujicoba bikin ketupat dengan beras merah yang airnya pakai kencur. Benar saja. Dua bulan kemudian muncullah pengumuman: tidak ditemukan afek samping apa pun.
Sebelum uji coba pun para ilmuwan penemunya sudah yakin itu. Secara konsep sudah terjamin. Sudah pula didiskusikan. Pun di tahap ini juga sudah harus mendapat persetujuan yang tidak mudah. Termasuk sudah harus diujicobakan ke binatang. Pun sudah lolos.