Waktu itu Rudy dan istri lagi di Hongkong. Ia lagi harus mencari banyak jalan agar grup usahanya selamat dari krisis. Terutama Bank Bali. Waktu itu Bank Bali sama sekali tidak kekurangan likuiditas. Bank Bali justru ingin meminjamkan uang ke antarbank. Dalam keadaan ekonomi sulit, tidak mudah menyalurkan kredit ke perusahaan.
Tapi Rudy Ramli juga ragu meminjamkan uang ke bank lain. Maka Rudy pun terus membeli sertifikat Bank Indonesia. Aman. Di Bank Indonesia uangnya akan terjamin. Begitu juga sikap bank lain yang kaya likuiditas. Sampai-sampai Bank Indonesia kewalahan. Uangnya terlalu banyak. Tidak sehat.
Rudy pun terus dihubungi Bank Indonesia: jangan taruh uang lagi di BI. Rudy disarankan agar menyalurkan uangnya ke pasar uang. Seorang pejabat tinggi BI memperlihatkan konsep keputusan BI ke Rudy Ramli. Bahwa uang yang disalurkan ke bank lain juga dijamin oleh BI.
Maka Bank Bali pun kembali melayani pinjaman antarbank.
Tapi kecukupan modal beda dengan likuiditas. Meski likuiditas kuat, modal masih harus diperkuat. Rudy Ramli memperkirakan ekonomi akan terus memburuk. Modal harus diperkuat. Penilaian untuk sebuah bank lebih pada kekuatan modalnya. Bukan hanya likuiditasnya.
Itu sudah masa lalu.
Belakangan ini setiap kali saya bertemu Rudy Ramli setiap itu pula saya lihat kesehatannya kian prima. “Saya bersyukur diberi kesehatan yang baik,” komentarnya. Tapi saya juga melihat Rudy Ramli kini percaya ilmu hitam. “Orang Barat pun mempraktikkan ilmu hitam,” katanya. “Lihat itu Harry Potter,” tambahnya.
Dan di saat kehilangan Bank Bali itu Rudy merasa lagi terkena ilmu hitam. “Luar biasa cara orang mengambil alih bank saya,” ujar Rudy.