BUKAN main keberanian Tiongkok menentang opini dunia – dunia Barat. Sampai pun berani menunda Pemilu legislatif di Hong Kong. Padahal penentangan terhadap pemberlakuan UU Keamanan Nasional di bekas koloni Inggris itu belum reda.
Padahal soal Laut Tiongkok Selatan masih panas. Pula soal Xinjiang. Pun soal pembalasan penutupan konsulat Amerika di kota Chengdu.
Apa yang membuat Tiongkok begitu tidak peduli dengan Barat?
Itu karena menyangkut kedaulatan. Titik. Kalau Hong Kong dibiarkan seperti tahun lalu ujung-ujungnya satu: Hong Kong minta merdeka. Itulah kesimpulan Tiongkok. Perjuangan minta merdeka itu lewat banyak front. Terutama lewat Pemilu dan lewat gerakan masa di jalan-jalan. Dua-duanya seperti sudah di depan mata. Pemilu tingkat distrik, tahun lalu, sudah dimenangkan oleh gerakan pro-demokrasi (baca: promerdeka). Dengan kemenangan total.
Bulan depan kemenangan itu akan dilanjutkan lewat Pemilu legislatif. Dengan demikian parlemen Hong Kong akan dikuasai gerakan itu. Sudah tidak cukup waktu bagi Beijing untuk membalikkan aspirasi. Pileg tinggal 30 hari. Kemenangan telak Pemilu distrik tahun lalu sudah memberikan harapan sangat besar untuk gerakan ini.
Untung ada pandemi.
Dengan alasan keselamatan umum pemerintah memutuskan menunda Pileg. Selama satu tahun.
Memang begitu sulit mencari alasan hukum untuk penundaan itu. Hampir mustahil. Mestinya.