Keberanian Melotot

0
51

Malam itu saya berada di tengah-tengah massa kampanye terakhir capres incumbent Tsai Ing-wen. Begitu banyak aktivis Hong Kong yang berada di arena kampanye itu. Dengan terang-terangan. Dengan spanduk-spanduk gerakan Hong Kong merdeka.

Mereka berbaur dengan massa paling keras di Taiwan. Yang sejak lama menuntut agar Taiwan merdeka. Untuk selanjutnya merebut kembali Tiongkok dari kekuasaan komunis. Kini Tiongkok sudah in action di Hong Kong. Diabaikannya apa pun reaksi dunia. Pun reaksi di Hong Kong sendiri.

Tiongkok sudah punya pengalaman yang lebih pahit dari itu: Tian An Men. Di tahun 1989. Hari itu digelar demo pro-demokrasi di Beijing. Yang terbesar dalam sejarah gerakan pro-demokrasi. Kian hari demo itu kian besar. Di hari ke-20, 4 Juni 1989, pendemo berhasil menguasai jalan raya terlebar dan terpenting di Beijing: Jalan Chang An Jie. Lebarnya 18 lajur. Letaknya di antara Forbiden City dan lapangan Tian An Men.

Besarnya massa sampai memenuhi lapangan luas itu. Sampai ke musolium mayat Mao Zedong di timur lapangan.

Ketika militer mengerahkan armada tank ke arena itu puluhan tank militer terbakar. Pendemokah yang membakar? Atau gerakan intelijen? Agar ada alasan untuk melindas demo itu?

Yang jelas senja itu udara sejuk sekali. Musim dingin sudah lewat. Musim panas belum tiba. Itu masih akhir musim semi. Matahari kian tenggelam. Malam kian gelap. Lalu terjadilah sejarah itu: pendemo pasang badan. Mereka tiduran memblokade jalan raya. Dilindas. Tidak ada catatan berapa ratus yang meninggal. Atau berapa ribu.