Setelah 10 bulan terlantar di pelabuhan Beirut, pemerintah Ukraina menyelamatkan awak kapal itu. Mereka bisa pulang ke Ukraina. Tinggallah kapten kapal asal Rusia itu sendirian. Ia harus bertahan di dalam kapal. Sambil menunggu penyelesaian.
Tidak bisa selesai.
Ups… akhirnya bisa selesai. Dengan sendirinya. Tuhan yang menyelesaikannya.
Problem itu selesai justru karena tidak ada lagi awak yang menguras air laut yang masuk ke kapal. Bahkan kapten kapal itu pun akhirnya sudah diselamatkan pemerintah Rusia. Kapal Rhosus tunggal sendirian terapung di laut dekat pelabuhan.
Lama-lama kapal Rhosus itu pun miring. Air laut yang masuk kapal kian banyak. Dalam tiga hari miringnya bertambah dalam. Akhirnya kapal tua itu tenggelam dengan damai. Oktober 2018.
Ketika Minggu lalu gudang itu meledak Rhosus sendiri hanya bisa melihat keruntuhan Beirut dari dasar laut sambil tetap memejamkan matanya. Sebenarnya saat itu sedang diproses: mau diapakan bahan baku peledak yang sudah 7 tahun di gudang itu?
Tidak bisa diapa-apakan. Harus menunggu putusan pengadilan. Yang rupanya di mana-mana sama: lama dan sangat lama. Begitulah hukum. Harus ditegakkan –sebagaimana mottonya– biar pun langit runtuh.
Tujuh tahun setelah kapal Rhosus sandar di pelabuhan Beirut langit memang tidak runtuh.
Beirut yang runtuh. (dahlan iskan)